Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2013

Uis Nipes, Sederhana Tapi Bermakna

Gereja Dan Budaya (Part 1) Oleh Salmen Sembiring (Sociologist) Opini Sederhana tapi Bermakna Minggu, 27 Nopember 2013. Pukul Sembilan pagi saya hendak pergi kebaktian minggu di Gereja GBKP KM 7 Medan. Sekitar satu kilometer sebelum tiba di gereja KM 7, saya melihat rombongan ibu-ibu, dan seorang diantaranya adalan nenek tua yang juga hendak beribadah di gereja GBKP Pasar 6. Apa yang menarik di benak saya adalah pakaian yang dikenakan nenek beruban tersebut, dan hanya beliau yang berpakaian demikian. Dari atas sepeda motor yang melaju lambat saya memandangi nenek tersebut dengan perlahan, sandal jepit sederhana, sarung (kampuh), kebaya, dan satu uis nipes yang digantungkan di pundaknya. Sangat sulit ditemukan orang berkostum demikian dalam ibadah orang GBKP di kota. Apalagi kelompok pemudanya. Apa yang menarik menurut saya adalah apa yang disebut dengan memperjuangkan budaya. Saya memang tidak sempat mewawancarai nenek tersebut mengapa ia berkostum demikian ke rumah ibadah.

Kede(i) Kopi Dari Ruang Informasi dan Budaya (Demokrasi)

Kede Kopi (Opini) Salmen Sembiring   Berjalan dari Medan ke Dataran Tinggi Karo membutuhkan waktu sekitar dua sampai dua setengah jam perjalanan. Di sepanjang perjalanan yang terlintas di mata pemandang adalah hamparan pepohonan hijau dengan bukit ( uruk ) dan jurang ( embang ) sebagai latar belakang pemandangannya. Dalam hijaunya pemandangan tersebut terselang puluhan desa di pinggir jalan begitu keluar dari Medan sampai ke Kabanjahe. Dari puluhan desa yang dilalui tersebut tidak ada yang tidak memiliki kede kopi (kedei kopi). Hal ini sangat menguntungkan bagi pengendara, terutama sepeda motor atau pengendara lainnya untuk singgah tatkala   merasa lelah, macet atau hari hujan di perjalanan. Masyarakat Sumatera Timur (Utara) sebenarnya mengenal kede kopi setelah datangnya Belanda dan berbagai etnis untuk buruh perkebunan. Tanaman kopi lokal sebenarnya sudah dikenal dan sikonsumsi sebelum kedatangan Belanda, namun kede diadopsi penduduk Sumatera Timur dari tradisi Eropa, d