Kejurun Serdang ( Kerajaan Barus )
(Fiksi)
(Salmen Kembaren)
I
Kejurun Serdang (Kerajaan Barus)
Jauh sebelum kedatangan
orang-orang dari Barus, Nageri Lau Petani telah dihuni lebih dahulu oleh orang
– orang rantau Pagaruyung. Karena suka merantau orang – orang Pagaruyung ini
banyak meninggalkan tanah mereka di Nageri Lau Petani. Nageri Lau Petani yang
luas dan tanahnya yang ramah bagi setiap penghuninya menjadi lokasi perantauan
yang bagus bagi setiap orang yang baru kalah dari peperangan. Puncak – puncak
gunung di Daksina dan tanah menurun ke Utara adalah gambaran alam Nageri Lau
Petani.
Kedatangan pedagang Arab ke
Barus, selain membawa dampak positif bagi perkembangan dunia perdagangan
Andalas juga menjadi ancaman bagi kaum Barus yang amat besar ini. Selain
berdagang kaum Arab ini juga menyebarkan ajaran Islam yang sangat berbeda
dengan ajaran kaum Barus ini. Seperti layaknya dari zaman ke zaman, bahwa anak
rantau yang tahan derita akan lebih mampu bertahan hidup dan semakin jaya. Dan
jaya. Agama Islam telah berdiri di Tanah Barus. Surau – surau telah berdiri
ratusan di seluas Tanah Barus. Setiap sore, kumandang nyanyian memuji kebesaran
Dibata berbahasa Arab selalu berkumandang.
Orang – orang Barus juga telah
banyak yang menjadi Islam. Mereka meninggalkan ajaran nenek moyangnya. Yang
telah ratusan dan ribuan tahun menjadi pedoman hidup mereka dan menjaga
keterntraman hidup kaum – kaum Barus. Namun, tidak sedikit juga kaum Barus ini
yang senang dengan ajaran Islam yang baru itu. Mereka lebih memilih mencari
daerah baru untuk hidup dengan Butara Sang Dibata yang akan memberikan damai
dan yang akan menuntun hidup mereka menuju tanah yang memberi hidup bagi yang
patuh kepada Dibata.
Kaum yang berpindah ini bukan
sedikit jumlahnya. Mereka bergerak serentak dengan kuda dari Tanah Barus menuju
kea rah Barat dan Utara mencari tanah yang belum dihuni atau setidaknya masih
dapat memuat kaum Barus ini. Mereka akhirnya tersebar menurut keturunan mereka.
Ada yang menetap dengan penduduk yang mereka temui. Ada juga yang mendirikan
Kuta baru sesuai dengan nama keturunan mereka. Tanpa mereka sadari bahwa mereka
telah menjadi kaum yang sangat besar dan tersebar di Pulau Perca ini. Kaum
terbesar mereka tetap menamai diri mereka adalah Barus. Sedang yang lainnya
masih tetap mengaku bersaudara apabila bertemu sekalipun memakai nama nenek
moyang mereka dibelakang namanya.
Nageri Lau Petani masih begitu
luas untuk menampung kaum – kaum Barus ini. Karena mendapati kaum Pagaruyung
sebagai pemilik tanah di Lau Petani maka kaum Barus ini rela menjadi panglima –
panglima kaum Pagaruyung. Anak Beru. Kerendahan hati kaum Pagaruyung ini juga
patut dipuji dan terus diingat oleh kaum Barus. Dengan hati yang lapang, kaum
Pagaruyung memberikan tanah Nageri Lau Petani menjadi milik sah kaum Barus.
Batas kejurun Pagaruyung dan Barus adalah Deleng Ganjang. Dari Deleng Ganjang
ke sebelah Barat adalah Tanah Kaum Pagaruyung yang mendekati Laut Teba,
sedangkan dari Deleng Ganjang ke arah Timur dan Utara adalah menjadi milik kaum
Barus.
Kesepakatan Raja Sumbiring,
keturunan Pagaruyung ini dengan kaum Barus menjadi titik tolak persahabatan
yang kuat. Dari kesepakatan itu juga kaum Barus senantiasa menerima kaum
Sumbiring Pagaruyung untuk hidup di tengah – tengah mereka dengan memberikan
tanah di anatara Nageri Lau Petani. Taneh Gunung Meriah. Demikian Tanah itu
dinamai. Disanalah kemeriahan kaum Barus akan selalu dikenang atas pemberian
Kaum Sumbiring Pagaruyung. Dan Gunung Meriah adalah satu – satunya Kuta
Sumbiring Pagaruyung di tengah – tengah kaum Barus ini. Selebihnya kaum
Sumbiring hidup sebagai Kalimbubu di tengah-tengah perkampungan kaum Barus.
Kaum Barus yang lain terus
bergerak ke arah Barat pulau Perca. Mereka mendirikan Kuta –kuta yang baru
sesuai dengan nama kelompok mereka. Deli, Raja, Kubu Colia, Sari Nembah,
Kancan, itu merupakan kuta –kuta kaum Barus yang mereka dirikan atas pemberian
tanah dari Raja – raja yang mereka temui. Perjalanan kaum Barus ini berakhir
pada tanah yang telah dihuni secara ramai oleh penduduk asli Pulau Perca.
Ginting dan Kuta Buluh. Kuta – kuta di kedua kerajaan ini telah ramai penduduk
dan karena itu kaum Barus ini hidup berdampingan dengan masyarakat di Kejurun
Kaum Ginting dan Kaum Kuta Buluh.
Kaum Barus selain di Nageri Lau
Petani tidak memakai Barus dalam identitas diri mereka. hanya orang – orang di
Nageri Lau Petani yang tetap menamai diri mereka Barus. Gunung Barus, sebuah
puncak gunung dinamai kaum mereka demikian untuk mengenang kebesaran kaum
mereka. Gunung ini juga menjadi pembatas antara Nageri Lau Petani Suah dan
Nageri Lau Petani Gugung. Semua perkampungan kaum Barus masih dapat melihat
puncak Gunung Barus baik yang berada di Utara maupun di Selatan Gunung Barus.
Saat itu, kejurun Barus masih
bersatu dalam persaudaraan yang rukun. Kejurun Serdang. Yaa, nama itu adalah
nama kebesaran kerajaan mereka yang begitu luas. Perpecahan kerajaan ini
diawali dengan sikap Raja Urung Si Pitu Kuta. Perjudi Daudas. Penjudi Keras
demikian ia dipanggil oleh warganya. Seperempat tanah kerajaan di Nageri Lau
Petani Gugung telah digadaikan kepada kaum Sitepu dan seperempat lagi telah
dimiliki oleh Kaum Munte. Kuda – kuda warga juga telah semua diambil untuk
membayar utang ke Raja Taneh Pinem. Hal
ini juga lah yang mengakibatkan tidak terlihat lagi seekor kuda pun di Tanah
Urung Si Pitu Kuta. Semua kuda telah diboyong ke Tanah Pinem. Gunung Sitember.
Beruntung, kaum Sitepu masih megnijinkan orang – orang Barus hidup di tanah
tersebut, namun tanah itu merupakan pemberian kaum Sitepu dan menjadikan Barus
sebagai saudara mereka. Mengemis di tanah sendiri.
Penderitaan warga ini akhirnya
sampai ke Tua – Tua Kaum Barus di Senembah Serdang. Berita ini dibawa oleh
Perlanja Sira. Orang – orang yang membeli garam ke daerah pinggir laut Melaka,
tanah kaum Pelawi, saudara mereka yang juga dari Barus. Berita penderitaan
rakyat Barus Urung Si Pitu Kuta menjadi bahan perdebatan antar kaum tua – tua
Barus.
Tak lama berselang hari. Raja
Urung Si Pitu Kuta di undang ke Senembah Serdang di Petumbak. Tua – tua
Senembah Serdang telah berkumpul, juga hadir saat itu kelompok yang mereka
hormati, kaum Sumbiring Pagaruyung Gunung Meriah. Dari Urung Si Pitu Kuta
hadirlah Raja. Tubuhnya tinggi namun kurus, berkulit hitam dan matanya agak
berbentuk bulat. Ia datang bersama panglima – panglimanya. Dua puluhan orang
dari kaum Silangit dan Keliat. Dari pertemuan itu, tua – tua memberikan petisi
bahwa Raja Urung Si Pitu Kuta tidak dapat mengganggu kepemilikan masyarakat
dalam urusan pribadinya. Terutama perjudiannya. Kuda – kuda masyarakat yang
telah diambil juga akan segera dikembalikan dengan bantuan dari kejurun
Senembah. Hal tersebut disepakati Raja Urung Si Pitu Kuta dengan disaksikan
oleh kaum Sumbiring Pagaruyung. Sore harinya, Raja Urung Si Pitu Kuta pulang
bersama kaumnya dan panglima – panglimanya dengan dibekali makanan dan banyak
emas juga perak. Emas dan perak begitu berlimpah di Nageri Lau Petani Suah. Hal
tersebut dilakukan sebagai uang muka pengganti kuda masyarakat yang telah
tergadai.
Sifat baik susah ditumbuhkan.
Sifat buruk mudah bertumbuh. Emas yang banyak, dan perak yang berlimpah itu
dipakai Raja Urung Si Pitu Kuta sebagai gaji pengawal, penjagal dan modal
berjudi kembali. Berita perjudiannya lama tidak sampai ke Kerajaan Senembah
Serdang. Itu bukan karena apa – apa. Setiap perlanja sira yang dianggap dapat
membocorkan rahasia perjudian raja maka akan dibunuh oleh penjaga dan penjagal
raja. Sekalipun Perlanja Sira mengetahui sifat buruknya itu, karena perasaan
takut dibunuh mereka tidak memberitahukan sebenarnya kepada tua – tua Senembah
Serdang
“
kabar baiklah diberitakan”
“Raja baik, masyarakat baik,”
“semua baik”
(“semehulinalah i turiken”
“Raja mejuah – juah, rayat mejuah – juah”
“kerina
mejuah – juah”)
Demikianlah setiap Perlanja Sira
dipaksa menyampaikan kabar apabila bertemu dengan siapa saja rakyat Senembah
Serdang. Oleh karenanya cukup lama penderitaan rakyat Urung Si Pitu Kuta karena
kecanduan judi sang raja.
Tak ada garam yang tidak asin.
Apabila ia tidak asin maka bukan garam namanya. Tidak ada terang yang tidak
kelihatan cahayanya. Apabila ia tidak kelihatan cahayanya maka itu bukan
terang. Karenanya tidak ada rahasia yang terbungkam. Seluruh kelicikan Raja
Urung Si Pitu Kuta tercium oleh kaum tua – tua. Perlahan – lahan tanah Urung
digerogoti utang gadai. Rakyat takut, cemas akan dirampas lagi hartanya untuk
membayar utang raja. Kecemasan yang luar biasa dan segudang ketakutan yang
bersatu dapat menimbulkan dua hal. Pertama kematian tiba – tiba. Dan kedua,
perasaan menjadi malaikat pencabut nyawa; separuh jiwa Dibata akah hadir dalam
pertemuan kecemasan dan ketakutan yang memberikan kekuatan lebih.
Berita itu sampai juga melalui
Perlanja Sira ke kaum tua – tua Senembah Serdang. Mereka berkumpul untuk
mencapai sebuah kesepakatan untuk memberikan hukuman setimpal kepada Raja Urung
Si Pitu Kuta. Kesepakatannya adalah 1.) memutuskan persaudaraan dengan Barus
Urung Si Pitu Kuta, 2.) Batas Kerajaannya hanyalah mencakup wilayah Urung Si
Pitu Kuta. Sejak itu, wilayah kekuasaan Raja Si Pitu Kuta semakin sempit yakni
seperti persegi mulai dari Gunung Barus sampai ke Buntu dan lurus. Sedangkan
hutan – hutan di sepanjang garis timur termasuk Deleng Ganjang masuk ke
kerajaan Serdang. Sejak itu kerajaan Barus terbagi menjadi dua. Urung Si Pitu
Kuta dan Kejurun Serdang.
Tidaklah mengherankan bahwa
penduduk Urung Si Pitu Kuta begitu candu akan segala bentuk perjudian. Tidaklah
mengherankan juga begitu mudahnya putus persaudaraan bagi kaum Barus. Pada
perkembangannya Kejurun Serdang juga terpecah – pecah menjadi beberapa kerajaan
kecil layaknya federasi. Sedikitnya Kejurun Serdang terpecah juga menjadi tiga
kejurun yakni dua kerajaan di Nageri Petani Lau Suah, Senembah Tandem Hilir dan
Senembah Tandem Hulu. Sedangkan satu lagi adalah Kejurun Serdang Gugung di kaki
bukit Deleng Ganjang. Ketiga kerajaan ini masih menganggap mereka saudara.
Hanya persaudaraan mereka yang
terputus. Bentuk upacara tradisi dan agama ternyata masih berjalan sampai
datangnya kembali ajaran Islam. Ajaran Islam kali ini bukan berasal dari Tanah
Barus melainkan dari Taneh Pasei. Nageri Aceh Darussalam.
Di Urung Si Pitu Kuta, Islam
menjadi ancaman bagi daulat Raja. Merampas harta rakyat adalah haram bagi agama
baru ini. Ancaman besar. Siasat Raja yang sudah dipegang oleh anaknya Barus
Lige ternyata salah. Ia menyatakan bahwa siapa yang menganut Islam maka akan keluar
dari Urung Si Pitu Kuta dan tidak akan mendapat bantuan apapun apabilah
menghadapi masalah di kemudian hari. Demikianlah isi surat perintah itu yang
dituliskan dalam kulit lembu dan memakai aksara Karo:
“perintah Raja Urung Si Pitu Kuta:
persaudaraan adalah kekuatan. Dan menjalankan perintah Nini Tudung (agama)
adalah jalan kehidupan yang benar yang menuntuk ke kedamaian dan kesejahteraan.
Bila nilai agama hilang, persaudaraan akan hilang. Bila persaudaraan hilang,
maka agama akan hilang. Karenanya, siapa yang menganut agama Baru (Islam) akan
terbuang dari persaudaraan dan perninin (agama).”
Perintah itu sampai ke seluruh
kuta di Urung Si Pitu Kuta. Perintah itu dikeluarkan tatkala Islam belum sampai
sesungguhnya di Urung Si Pitu Kuta. Namun, Islam telah besar pada Kerajaan Telu
Kuru yang juga dulunya perantauan dari Tanah Barus. Peperangan juga telah
terjadi antara Telu Kuru yang Islam dan Kerajaan Purba yang menyembah Dibata
sebagai perebutan daerah Talun Kaban, dekat Badan Sungai Wampu.
Islam akhirnya tidak terbendung
kaum Purba di Talun Kaban. Itu berarti akan bergerak ke kaum Sitepu di Urung Si
Enem Kuta dan itu artinya tinggal setapak menuju Urung Si Pitu Kuta.
Kuta Paribun, Talun Basam dan
beberapa lainnya telah menjadi Islam. Dalam enam tahun setengah wilayah Urung
Si Pitu Kuta telah menjadi penganut Islam terbesar. Raja semakin sempit
wilayahnya dan tidak memberlakukan lagi pungutan bagi wilayah kekuasaannya
sejak saat itu. Setelah Raja tidak lagi memberlakukan pungutan, saat itu juga
perkembangan Islam menjadi mandek. Agama lama ternyata lebih dipilih apabila
tidak dalam situasi tertekan oleh penguasa. Namun demikian, agama Islam terus
bergerak dari Urung Si Pitu Kuta menuju Kejurun Serdang.
Hal yang sama juga terjadi di
Kejurun Serdang Gugung. Perbedaannya adalah agama Islam tidak ditentang oleh
rajanya melainkan warga diberikan pilihan bebas untuk itu. Karenanya dari
delapan kampung di Kerajaan Serdang Gugung tujuh diantaranya telah memeluk
Islam dan hanya kampung Serdang sendiri yang belum seluruhnya menjadi pemeluk
agama Islam. Terutama kaum Barus Rumah Mecu, Jandi, dan Gara.
Kedatangan Islam sedikit berbeda
dengan yang terjadi di Senembah Tandem Hilir dan Senembah Tandem Hulu.
Kedatangan Islam dari Pase masuk dari Laut Melaka, terus ke Amparen Perak,
terus ke Suka Piring Delitua, dan Menuju kedua Senembah. Perpolitikan menjadi
bagian penting dalam kisah kerajaan – kerajaan di Nageri Lau Petani. Awalnya
Islam masuk hendak dalam jalan damai. Tapi hati kadang mengatasi logika. Adalah
Pangeran Pase, jatuh cinta kepada Permaisuri Kerajaan Suka Piring dan hendak
mempersuntingnya. Adalah kehinaan bagi bangsa Lau Petani jika seorang lelaki
hendak menikahi perempuan beristri. Terlebih – lebih istri Simantek Kuta atau
Istri Raja. Hasrat cinta ibarat gelombang laut yang besar, akan menghantam
segala yang didepannya sampai pantai yang ia tuju telah tiba dan rubuh.
Pasukan dari Pase berbondong –
bondong memenuhi Nageri Lau Petani, seluruh dataran rendah itu. Dengan lancang
dan tidak sopannya. Raja Pase dan rombongannya datang membawa emas yang banyak
dan langsung melamar Permaisuri . Kemarahan Raja dan Rakyat Suka Piring
Memuncak. Lembing* dan Klewang* pung bertemu dengan Rencong. Pertempuran kedua
pasukan tak terhindarkan. Kabarnya Pasukan Pase perlahan – lahan dapat
mengusasai Suka Piring dengan sogokan emas mereka ke rakyat. Terlebih – lebih
Panglima Suka Piring di Amparen Perak sudah bersedia menjadi Islam.
Komentar
Posting Komentar