"Terites" secara sosiologis
MAKNA
MAKANAN KHAS KARO SECARA SOSIOLOGIS
“TERITES”
O
L
E
H
SALMEN
SEMBIRING
080901054
MEDAN
2010
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa karena atas rahmat kasihnya penulis telah dapat menyelesaikan
makalah ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengasuh
mata kuliah sosiologi kesehatan yang telah mengajarkan banyak pengetahuan dan
juga kepada teman-teman yang turut membantu.
Makalah ini berjudul “kajian sosiologis terhadap makanan
khas Karo “terites”. Dalam makalah ini banyak dibahas seputar makanan khas
tersebut mulai dari cara, bahan, kegunaan, makna dari makanan tersebut bagi
Suku Karo. Di bagian berikutnya dibahas tentang makanan tersebut dengan
teori-teori sosiologi.
Penulis memahami masih banyak kekurangan dari makalah
ini, oleh karenanya penulis juga mengharapkan saran dan masukan dari pembaca
makalah ini. Kiranya makalah ini dapat berguna bagi pembaca sekalian khususnya
sivitas akademik yang mengambil mata kuliah sosiologi kesehatan.
Medan,
April 2010
Penulis .
Daftar Isi
Bab
I. Pendahuluan………………………………………………………………………….
I.1
Konsep Makanan…………………………………………………………………………
I.2
Gambaran Sosial Budaya Karo………………………………………………………….
I.3
Makanan pada Suku Karo……………………………………………………………….
I.4
Tujuan
Bab
II. Pembahasan………………………………………………………………………….
II.1
Deskripsi Terites…………………………………………………………………………
II.2
Teori-teori Sosiologi……………………………………………………………………...
II.3
Makanan Terites dalam Kajian Sosiologis……………………………………………..
Bab
III. Penutup………………………………………………………………………………
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
Kosep
Makanan
Kebutuhan manusia akan makan dan
minum merupakan keharusan untuk melangsungkan kehidupan. Namun ketika ditinjau
secara mendalam makan tersebut bukan hanya tuntutan biologis semata namun ada
faktor lain yang mendorong terwujudnya suatu makanan dan minuman. Setiap
manusia normal akan menentukan bahan-bahan makanan terutama yang tersedia di
lingkungan fisiknya guna konsumsi. Konsep makanan dan minuman tersebut sudah
ada pada pikiran masing-masing orang karena merupakan bagian dari budaya.
Makanan secara sederhana dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dimakan untuk proses metabolisma
tubuh. Makanan juga dapat diartikan sebagai bahan baik yang berasal dari
tumbuhan maupun hewan yang dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga
dan nutrisi. Makanan manusia biasanya didapatkan dari hasil bertani dan
beternak yang meliputi hewan dan tumbuhan. Makanan manusia dari tumbuh-tumbuhan
seperti buah, sayur-sayuran, biji-bijian, dan bumbu-bumbuan. Sedang dari hewani
dapat berupa daging dan susu dan produk jadinya yang lain.
Setiap makhluk hidup membutuhkan
makanan. Tanpa makanan, makhlik hidup akan sulit dalam mengerjakan
aktivitasnya. Makanan dapat membantu memberikan energi, membantu pertumbuhan
dan perkembangan. Makanan juga memiliki nutrisi tersendiri dan juga makna
tersendiri bagi setiap masyarakat. Secara ilmu gizi makanan secara pengelompokan
dapat dibagi ke dalam tiga bagian besar yakni karbohidrat sebagai sumber
energi, protein untuk pertumbuhan dan lemak sebagai cadangan energi.
Secara sosiologis makanan juga dibagi ke dalam beberapa
jenis antara lain:
- Makanan dan bukan makanan(faktor budaya)
- Makanan dari sudut gizi( bersih dan kotor)
- Makanan dilihat dari unsur( panas atau dingin)
- Makanan sebagai obat dan obat sebagai makanan yang harus dimakan
- Makanan status.
Gambaran
Sosial Budaya Karo
Suku Karo adalah suku yang mendiami
dataran tinggi dan dataran rendah di Sumatera Utara. Suku Karo tersebar di
Dataran Tinggi Karo(Kabupaten Karo), Karo Baluren( Dairi), Simalungun Atas(
sebagian), Langkat, Deli Hulu( Deli Serdang), Medan, Binjai, Aceh Tenggara dan
lainnya. Suku Karo memiliki bahasa tersendiri yakni bahasa Karo. Setiap orang dalam Suku Karo terikat oleh sistem
adat yang disebut dengan merga silima,
rakut si telu dan tutur si waluh. Jadi dimanapun mereka berada pasti
memiliki marga, dan jalan persaudaraan tersendiri.
Kehidupan mereka umumnya dari sektor
agraris atau pertanian dan ada juga peterenakan. Pertanian meliputi tanaman
pangan, sayur dan buah ada juga tanaman perkebunan di Kabupaten Deli Serdang
dan Langkat. Peternakan biasanya dikelola sebagai pekerjaan sampingan namun ada
juga peternakan besar di Kabupaten Karo(Mbal-Mbal Petarum). Peternakan tersebut
berupa ayam, lembu, kambing, babi, dan kerbau.
Suku Karo sebelum kedatangan
agama-agama ke Indonesia adalah penganut animism namun ada juga yang mengatakan
politeisme yakni memiliki tiga Tuhan. Ketiga Tuhan tersebut adalah Dibata Guru
Ni Datas( Allah penguasa atas/awal), Dibata Banua Koling(menguasai dunia
tengah-bumi dan manusia) dan Dibata Padukah Aji( Allah penguasa bawah/akhir).
Agama yang pertama adalah agama perbegu
kemudian dengan datangnya agama Hindhu diubah namanya menjadi agama pemena. Setelah itu datang agama Islam
dan Kristen, sekarang mayoritas penduduk Karo telah beragama Kristen Protestan.
Masyarakat Karo memiliki budaya yang
unik dalam seni dan budaya termasuk benda-banda kebudayaannyya. Setiap seni
memiliki nilai mistis dan makna tersendiri, juga dalam setiap karya memiliki
nilai mistis dan makna tersendiri. Beragam corak hias dengan nilai mistis
seperti penolak marabahaya, pendatang rejeki, pendamaian dan sebagainya.
Alat-alat pertaniannya seperti cangkol, cuan, sabi-sabi, garu dan sebagainya.
Sedangkan alat masak dan makannya adalah seperti kudin gelang-gelang(periuk
kuningan), kudin taneh(periuk dari tanah liat), capah(tempat makan bersama),
ukat(sendok dari bambu) dan banyak lainnya. Alat musiknya disebut dengan
gendang lima sendalanen(gong, gendang kecil, sarune) juga ada kulcapi,
keteng-keteng dan sebagainya.
Makanan
dalam Suku Karo
Pada Suku Karo secara garis besar
makanan dapat di bagi ke dalam dua bagian besar yakni makanan sehari-hari dan
makanan khusus. Makanan sehari-hari adalah makanan yang setiap harinya
dikonsumsi oleh mereka, sedangkan makanan secara khusus adalah makanan yang
hanya ada pada saat-saat tertentu saja baru ada.
Makanan sehari-hari suku Karo hampir
sama dengan makanan suku lainnya di Indonesia. Makanan pokoknya adalah beras,
ditambah lauk-pauk yang dalam bahasa Karo disebut dengan ikan ras gulen(ikan dan sayur). Secara singkat makanan khusus
tersebut dapat berupa cimpa dan ragamnya, rires(lemang), terites, cipera, tasak telu, kidu,
tape(i), cingcang, daging tutung(panggang)
dan lain sebagainya.
Biasanya setiap makanan khusus tersebut disajikan dalam
acara-acara khusus suku Karo. Dalam bagian ini akan dijelaskan beberapa antara
lain:
- Kerja Tahun(pesta tahunan) biasanya menyajikan cimpa, lemang, beragam masakan daging, tape, terites atau disebut juga pagit-pagit.
- Kerja nereh empo(pesta perkawinan) biasanya menyajikan daging, cingcang dan kadang juga terites.
- Mbesur-mbesuri( pesta untuk syukuran ketika padi mau berbuah dan ketika seorang ibu hamil) biasanya disajikan beragam cimpa, cipera, tasak telu dan pola(nira).
- Erpangir(mandi buang sial) biasanya menyajikan tasak telu, cipera dan pola.
- Perumah begu(memanggil arwah) biasanya menyajikan tasak telu, beragam cimpa, dan cipera.
- Mengket Rumah Mbaru (masuk rumah baru) biasanya menyajikan cimpa, pisang, makanan dari daging kadang juga menyajikan terites jika memotong lembu.
Masih
banyak acara khusus dalam suku Karo yang menyajikan makanan khas Karo tersebut.
Ada juga makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang agaknya aneh seperti
laba-laba sawah, ulat pohon rumbia, cibet(metamorfosa dari capung) dan banyak
makanan aneh lainnya.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah menganalisis makna makanan”terites” bagi suku Karo dengan analisis
sosiologi.
BAB II
PEMBAHASAN
Deskripsi
Terites
Suku Karo memang memiliki sedikit
keanehan dalam hal makanan. Banyak makanan yang dianggap jijik bagi suku lain
merupakan makanan favorit di kalangan orang Karo. Sebut saja misalnya
laba-laba( lawah-lawah) yang di dapat
di persawahan mereka konsumsi. Juga kidu
atau ulat dari pohon rumbia yang kadang dimakan mentah-mentah, orang karo juga
memakan anjing tanah( singke) yang di
persawahan. Mungkin yang disebutkan itu
hanyalah baru beberapa makanan aneh dalam Suku Karo dan pastinya masih banyak
makanan lainnya.
Dalam makalah ini yang dibahas
adalah “terites”, sejenis makanan
yang bahan dasarnya secara kasar adalah makanan lembu yang telah berada dalam
usus lembu. Terites atau sebagian
masyarakat lain lebih mengenalnya dengan sebutan pagit-pagit merupakan salah satu makanan yang menurut suku lain
adalah hal yang aneh dan mungkin menjijikkan. Terites tersebut diambil dari lambung kedua sapi( lembu dalam
masyarakat Karo) dalam istilah biologinya dikenal dengan istilah rumen namun
dalam orang Karo disebut tuka si peduaken(usus
nomor dua). Kata pagit-pagit sendiri
berarti ‘yang pahit-pahit’ adalah padanan kata yang paling cocok.
Secara singkat deskripsi biologis
terites adalah sebagai berikut, sapi atau lembu adalah sejenis mamalia yang
memamah biak yang mana mengunyah makanan sebanyak dua kali sebelum menjadi
kotoran sebenarnya(feces). Makanan yang telah dikunyah pertama oleh lembu masuk
ke reticulum lembu. Ketika lembu nantinya istirahat maka makanan yang dari
reticulum tersebut dikunyah kembali oleh lembu di mulutnya kemudian dimasukkan
ke perut ke dua yang disebut rumen. Dalam rumen inilah berbagai enzim
pencernaan lembu bercampur dengan makanannya jadi sari makanan, nutrisi, enzim
pencernaan masih banyak disini karena disini hanya pencampuran. Sedangkan
penyerapan ada di usus ketiga(usus halus) dan kotoran aslinya ada di usus nomor
empat. Terites sendiri diambil dari usus kedua jadi secara biologis
memungkinkan banyak terdapat nutrisi, enzim disana, bukan kotoran yang
sebenarnya seperti yang diperbincangkan banyak orang selama ini. Namun dalam
hal ini terites tersebut tidaklah dianalisis secara ilmu gizi atau biologi tapi
secara sosiologi, yakni makna dari terites
itu sendiri bagi masyarakat Karo.
Terites
adalah makanan yang dimasak dengan beragam bumbu secara Suku Karo. Seperti
asal katanya yakni pagit berarti
pahit, rasanya memang agak sedikit cenderung ke pahit karena bahannya sari
rumput dari usus lembu dan juga bumbu lain yang umumnya terasa pahit juga.
Terites ini memiliki bahan dasar sari( perasan air) dari usus lembu tersebut, bungke yang banyak(rimbang), sere, daun
ubi, asam yang banyak, jahe, cingkam(
kulit kayu hutan yang rasanya juga pahit) dan bulung-bulung kerangen( sejenis daun-daun kayu hutan yang banyak
ragamnya tapi memang untuk dikonsumsi). Terites
sendiri dimasak minimal selama tiga jam dalam api kadang dimasak sampai enam
jam. Terites ini juga dicampur dengan babat, kikil dan daging dari lembu
tersebut ketika dimasak.
Namun ada juga masyarakat Karo yang
membuat terites tidak hanya dari lembu saja tapi dari kambing dan kerbau juga.
Ketiga makhluk tersebut memang sama dalam proses pencernaannya. Tapi yang
paling sering dibuat menjadi tersites adalah dari lembu atau sapi. Orang luar
banyak menyebut terites ini dengan sebutan soto
Karo karena memang mirip dengan soto. Tapi sedikit berbeda dengan rasa dan
aroma, terites ini didominasi oleh aroma sari dari uusus lembu tersebut.
Kapankah terites tersebut sering
dijumpai dalam masyarakat Karo? Dari beberapa sumber yang didapat terites ini
tidak dapat ditemukan setiap hari dirumah-rumah warga. Hanya pada hari-hari
tertentu saja makanan tersebut dapat ditemukan. Namun sekarang telah banyak
rumah makan Karo yang menyajikan menu terites tersebut. Akan tetapi
sesungguhnya terites tersebut dijumpai hanya pada hari-hari istimewa bagi suku
Karo. Misalnya dalam Kerja Merdang Merdem atau Kerja Tahun( pesta tahunan dalam masyarakat Karo) makanan tersebut
mudah didapatkan. Juga dalam kerja nereh
empo(pesta perkawinan) makanan tersebut juga menjadi menu utama.
Beragam makna makan terites juga ada
dalam masyarakat Karo. Makna tersebut ada yang berupa mitos dan ada juga yang
berupa fakta. Tapi manfaat tersebut bukanlah bagian dari analisis ini melainkan
menganalisis secara sosiologis tentang makna tersebut. Misalnya bagaimana
mereka dapat mempercayai itu memiliki makna tersendiri bagi mereka(individu
maupun kolektif).
Bagi masyarakat Karo sendiri ada
beberapa makna dari makanan terites tersebut antara lain secara garis besarnya
adalah makanan sebagai obat, makanan sebagai budaya (makanan dan bukan
makanan). Secara makanan sebagai obat
masyarakat Karo mempercayai terites tersebut dapat mengobati berbagai macam
penyakit, antara lain:
Ø Penyakit
maag, hal ini mereka percayai dari sumber bahannya yakni sari makanan lembu
yang telah mengandung berbagai komponen makanan yang dibutuhkan.
Ø Masuk
angin
Ø Peningkat
nafsu makan
Sedangkan
sebagai makanan budaya, terites tidak mudah didapatkan untuk konsumsi sehari-hari,
namun hanya pada saat-saat tertentu saja. Makanan terites akan mudah dijumpai
pada saat hari-hari yang menyenangkan seperti:
·
Kerja Tahun/Merdang Merdem( pesta
tahunan) dimana semua keluarga yang berada jauh berkumpul untuk syukuran atas
panen(dulu padi) tapi sekarang berbagai usaha.
·
Kerja Erdemu Bayu(pesta perkawinan)
dalam hal ini juga keluarga besar dari kedua belah pihak berkumpul untuk
melangsungkan pesta adat tersebut.
Namun
sekarang ada juga rumah makan khas Karo yang menyajikan terites. Tapi itu merupakan diluar daripada analisis ini. Lagipula
belum tentu bahan yang digunakan selengkap yang dibuat ketika acara-acara
tersebut. Dan mungkin juga makna terites
dalam rumah makan tersebut bukan lagi memiliki makna sebagai obat secara
tradisional atau memiliki makna budaya melainkan terites sebagai konsumsi sehari-hari.
Teori-teori
Sosiologi
Untuk menganalisis makna terites
bagi masyarakat Karo maka digunakan beberapa teori sosiologi diantaranya teori
kepercayaan, teori pertukaran dan teori pilihan rasional yang akan diuraikan
satu per satu.
Teori kepercayaan
Intisari kerja dari suatu
keanggotaan kelompok adalah saling percaya yang didasarkan atas pertukaran
informasi. Penerimaan suatu informasi umumnya dipengaruhi oleh latar belakang
penerima informasi tersebut misalnya komunikator adalah disenangi atau
dicurigai. Kepercayaan kelompok yang besar akan mempunyai sistem komunikasi
yang lebih terbuka. Karena banyaknya komunikasi juga akan mempengaruhi derajat
kepercayaan dalam kelompok.
Secara terminologi sendiri kata
kepercayaan lebih tepat padanan katanya dengan trust. Definisi trust
sendiri adalah yakin pada atau percaya atas beberapa kualitas atau atribut
seesuatu atau kebenaran suatu pernyataan. Torsvik( dalam Damsar) menyebutkan
kepercayaan merupakan kecenderungan perilaku tertentu yang dapat mengurangi
risiko yang muncul dari perilakunya. Sedang menurut Gidddens( dalam Damsar)
menyebutkan bahwa kepercayaan adalah keterikatan, bukan terhadap risiko
melainkan pada berbagai kemungkinan. Kepercayaan selalu mengandung konotasi
keyakinan ditengah-tengah berbagai akibat yang serba mungkin, apakah dia
berhubungan dengan tindakan individu atau dengan beroperasinya system. Dugaan
keyakinan biasanya melibatkan kebaikan atau penghhargaan dan cinta kasih. Jadi
kepercayaan secara psykologis mengandung konsekuensi bagi individu yang percaya
atau menjadi sandera moral.
Menurut Giddens kepercayaan itu
adalah keyakinan akan reliabilitas seseorang atau system, terkait berbagai
hasil atau peristiwa, dimana keyakinan itu mengekspresikan suatu iman terhadap
integritas atau cinta kasih orang lain, atau terhadap ketepatan prinsip
abstrak( pengetahuan teknis).
Komunitas masyarakat lokal
memberikan lingkungan yang begitu baik bagi tumbuh kembangnya kepercayaan dalam
masyarakat. Menururt Giddens, komunitas masyarakat lokal tidak dikaitkan dengan
romantissme budaya, tapi lebih kepada arti penting dari relasi lokal yang
diatur dalam konteks tempat dimana tempat belum ditransformasi oleh relasi
ruang dan waktu yang berjarak. Oleh karenanya komunitas local sebagai tempat
yang menyediakan suatu hubungan yang bersahabat. Kosmologi religius merupakan
bentuk kepercayaan dan praktik ritual yang menyediakan interpretasi providensial
atas kehidupan dan alam. Kosmologis religius menyediakan interpretasi moral dan
praktik bagi kehidupan pribadi dan bagi dunia alam yang mempresentasikan
lingkungan yang aman bagi pemeluknya.
Tradisi juga dapat menjadi
lingkungan yang baik bagi perkembangan kepercayaan masyarakat. Tradisi
merupakan sarana untuk mengaitkan masa kini dengan masa depan, berorientasi
pada masa lampau dan waktu yang dapat berulang. Tradisi merupakan suatu
rutinitas. Namun, tradisi adalah rutinitas yang penuh makna secara intrinsic,
disbanding dengan perilaku kosong yang hanya berorientasi pada kebiasaan
semata. Makna aktivitas rutin berada dalam penghormatan atau pemujaan yang
melekat dalam tradisi dan dalam kaitan antara tradisi dan ritual.
Tradisi keluarga yang diturunkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya melalui sosialisasi menguatkan hubungan
kekerabatan, komunitas masyarakat local, dan kosmologi religius sebagai
lingkungan bagi pertumbuhan kepercayaan masyarakat. Keluarga sebagai lingkungan
utama yang memberikan tempat tumbuh kembangnya kepercayaan di antara sesama
anggota keluarga. Hubungan tersebut menjadi kekuatan dalam membangun tujuan
dari kalangan masyarakat. Hubungan dari luar hal tersebut membangun hubungan
social yang dibina melalui interaksi social.
Menurut Giddens ada tiga lingkungan
yang dapat menimbulkan kepercayaan yakni system abstrak, relasi personal, dan
orientasi masa depan. System abstrak merupakan mekanisme institusional yang
mencabut hubungan-hubungan social dari konteks local dan perubahan hubungan-hubungan
tersebut menuju rentang ruang dan waktu yang tidak terbatas melalui alat
simbolis. Alat simbolis merupakan sarana pertukaran yang dapat diedarkan pada
waktu dan tempat tertentu. Relasi personal menjadi tempat berkembangnya
kepercayaan dalam masyarakat. Kepercayaan terhadap orang terkait dengan relasi
personal dalam komunitas local dan jaringan kekerabatan. Sedangkan dalam
orientasi masa depan berupa pemikiran kontra-faktual sebagai bentuk keterkaitan
masa lalu dan masa kini dapat menjadi lingkungan kepercayaan pada masyarakat.
Kepercayaan umumnya dikaitkan dengan
keterebatasan perkiraan dan ketidakpastian yang berkenaan dengan perilaku orang
lain dan motif mereka( Gambetta dalam Damsar). Setiap orang memiliki
keterbatasan dalam memperkirakan sesuatu, untuk mengatasinya maka ia harus
mengadakan hubungan dengan orang lain. Luhhman memandang bahwa kepercayaan
merupakan suatu cara yang terpenting dari orientasi manusia terhadap dunia.
Kepercayaan adalah suatu mekanisme yang ada di setiap kehidupan social.
Kepercayaan memelihara keberlangsungan dalam masyarakat.
Kepercayaan memperbesar kemampuan
manusia untuk bekerjasama, bukan didasarkan atas kalkulasi rasional kognitif
melainkan melalui pertimbangan dari suatu ukuran penyangga antara keinginan dan
harapan. Kerjasama tidak mungkin tidak terjalin kalau tidak didasarkan atas
adanya saling percaya di antara anggota. Kepercayaan juga meningkatkan
toleransi terhadap ketidakpastian.
Bentu kepercayaan dapat dilihat dari
kemunculannya. Berdasarkan kemunculannya kepercayaan dapat dibagi atas
kepercayaan askriptif dan kepercayaan prosesual. Kepercayaan askriptif muncul
dari hubungan yang diperoleh berdasarkan cirri-ciri yang melekat pada pribadi
seperti latar belakang kekerabatan, etnis, dan keturunan yang dimiliki.
sedangkan kepercayaan prosesual muncul melalui proses interaksi social yang
dibangun oleh para actor yang terlibat.
Teori Pertukaran
Homans mengakui bahwa manusia adalah
makhluk social dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan
orang lain. Is menerangkan bahwa perilaku manusia tidak berubah akibat
interaksi lebih berasal dari manusia lain disbanding dari lingkungan fisik.
Interaksi juga menimbulkan sesuatu yang baru yang dapat dijelaskan dengan
prinsip psikologi. Menurut Homans perilaku social sebagai pertukaran aktivitas,
nyata atau tidak nyata, dan kurang lebih sebagai pertukaran reward atau biaya,
sekurang-kurangnya antara dua orang.
Homans membuat beberapa proposisi
dalam menjelaskan perilaku manusia dalam teori pertukaran ini yakni proposisi
sukses, proposisi pendorong, proposisi nilai, proposisi deprivasi- kejemuan,
proposisi persetujuan-agresi, dan proposisi rasionalitas. Proposisi sukses,
diterangkan bahwa jika seseorang mendapatkan reward dalam tindakannya yang
khusus maka orang tersebut akan semakin sering melakukan tindakan khusus itu.
Dalam proposisi pendorong dijelaskan
bahwa jika kejadian dimasa lalu dorongan tertentu menyebabkan tindakan
seseorang mendapat reward, maka orang tersebut akan menginginkan dorongan serupa
di masa kini dengan masa lalu dan makin besar kemungkinan orang tersebut
melakukan tindakan serupa. Dalam proposisi nilai dijelaskan bahwa jika
seseorang merasa sesuatu tindakan semakin bernilai bagi dirinya maka makin
besar kemungkinan ia akan melakukan tindakan tersebut. Dalam proposisi
deprivasi-kejemuan Homans menjelaskan bahwa semakin sering orang mendapat
reward dalam waktu yang dekat dan teratur maka nilai reward berikutnya akan
semakin berkurang. Dalam proposisi ini juga dijelaskan bahwa jika makin besar
keuntungan yang diperoleh dari hasil tindakannya maka makin besar kemungkinan
ia akan melakukan tindakan itu.
Sedangkan dalam proposisi
persetujuan-agresi ada dua proposisi yakni jika seseorang tidak mendapat reward
yang ia harapkan atau mendapat hukuman yang tidak diharapkan maka ia akan marah
dan semakin agresiflah tindakannya berikutnya. Sedang proposisi lainnya adalah
jika seseorang mendapat reward yang lebih dari yang ia harapkan atau tidak
menerima hukuman yang ia bayangkan maka ia akan puas dan ia akan melakukan
tindakan yang disetujui. Dalam proposisi rasionalitas, seseorang akan memilih
salah satu tindakan alternative dari berbagai pilihan yang menurutnya paling
bernilai, berpeluang untuk mendapatkan hasil yang lebih besar.
Homans menghubungkan proposisi
rasionalitas dengan proposisi kesuksesan, dorongan, dan nilai. Proposisi
rasionalitas menerangkan bahwa apakah orang akan melakukan tindakan atau tidak
tergantung pada persepsi mereka mengenai peluang sukses. Akan tetapi yang
menentukan persepsi ini ditentukan oleh kesuksesan dimasa lalu dan situasi masa
kini. Pada akhirnya dapat diringkas bahwa actor adalah pencari keuntungan yang
rasional.
Dalam teori pertukaran ada juga
konsep nilai dan norma. Menurut Blau, mekanisme yang menengahi struktur social
yang kompleks adalah norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Kesepakatan
bersama atas nilai dan norma digunakan sebagai media kehidupan social dan
sebagai matarantai hubungan social. Konsensus nilai mengganti pertukaran tidak
langsung dengan pertukaran langsung. Seorang anggota menyesuaikan diri dengan
norma kelompok dan mendapat pesetujuan karena penyesuaian diri mendapat
persetujuan implicit karena memberikan kontribusi atas pemeliharaan dan
stabilitas kelompok.
Nilai khusus dalam masyarakat dapat
berfungsi sebagai media integrasi dan solidaritas. Nilai ini membantu
mempersatukan seluruh anggota sebuak kelompok atau masyarakat berkenaan dengan
suatu hal. Nilai dipandang sebagai kesamaan perasaan di tingkat kolektif yang
mempersatukan individu atas dasar hubungan tatap muka. Nilai juga dapat
memperluas ikatan pergaulan melampaui batas daya tarik personal saja. Nilai
khusus juga membedakan orang kedalam dua kelompok yakni anggota kelompok atau
bukan anggota. Dengan demikian, nilai ini memiliki kemampuan untuk meningkatkan
fungsi integritas.
Asumsi dasar teori pertukaran adalah
sebgai berikut:
a.Manusia
adalah makhluk rasional, memperhitungkan untung dan rugi. Teori pertukaran
melihat bahwa perilaku manusia terus-menerus terlibat dalam memilih di antara
perilaku-perilaku alternative dengan pilihan mencerminkan biaya dan ganjaran
yang diharapkan berhubungan dengan garis perilaku alternative itu. Tindakan
social itu dipandang ekivalen dengan tindakan ekonomis. Suatu tindakan adalah
rasional berdasarkan perhitungan untung dan rugi.
Dalam
rangka interaksi social, actor mempertimbangkan keuntungan yang lebih besar
daripada biaya yang dikeluarkan. Oleh sebab itu, semakin tinggi ganjaran yang
diperoleh makin besar peluang perilaku akan diulang. Sebaliknya, makin tingggi
biaya atau ancaman yang akan diperoleh maka makin kecil kemungkinan perilaku
yang sama akan diulang.
b.Perilaku
pertukaran social dapat terjadi bila(1) perilaku tersebut berorientasi pada
tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain,(2)
perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan
tersebut. Perilaku social terjadi melalui interaksi social yang mana pelaku
berorientasi pada tujuan.
c.Transaksi-transaksi
pertukaran terjadi hanya apabila pihak yang terlibat memperoleh keuntungan dari
pertukaran tersebut.
Sebuah tindakan pertukaran tidak
akan terjadi apabila dari pihak-pihak yang terlibat ada yang tidak mendapatkan
keuntungan dari suatu transaksi perukaran. Keuntungan dari suatu pertukaran
tidak hanya berupa materi tapi juga dapat berupa asimetri seperti kasih saying,
kehormatan, keperkasaan dan sebagainya.
Pertukaran social tidak mungkin
terjadi kalau satu pihak saja yang mendapat keuntungan, sedang pihak lain tidak
mendapat apa-apa, apalagi justru mendapat kerugian. Hubungan persahabatan atau
perkawinan tidak mungkin terjadi jika salah satu pihak merasa tidak ada
keuntungannya atau merasa rugi akibat hubungan tersebut. Jadi hubungan akan
tetap terjalin jika kedua belah pihak saling menguntungkan.
Teori Pilihan Rasional
Teori pilihan rasional mendasarkan
gagasan bahwa tindakan perseorangan mengarah kepada suatu tujuan dan tujuan itu
ditentukan oleh nilai atau pilihan. Ada dua unsure yang mendasari teori ini
yakni sumber daya dan actor. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian
dan dapat dikontrol oleh actor.
Coleman mengakui bahwa dalam
kehidupan nyata orang tidak selalu berperilakuasonal. Asumsinya dalah bahwa
ramalan teoritis yang dibuat sebenarnya akan sama saja apakah actor bertindak
tepat menurut rasionalitas seperti yang dibayangkan atau menyimpang dari
cara-cara yang telah diamati. Dalam menjelaskan teori ini ia membuat pandekatan
yakni perilaku kolektif dan norma. Ia memilih perilaku kolektif karena cirinya
yang sering tidak stabil dan kacau sukar dianalisis dengan teori pilihan
rasional. Namun, menurutnya teori pilihan rasional dapat menjelaskan fenomena
tersebut. Apa yang menyebabkan perpindahan dari actor rasional ke berfungsinya
system yang disebut perilaku kolektif yang liar dan bergolak adalah pemindahan
sederhana pengendalian atas tindakan seorang actor k eke actor lain yang
dilakukan secara sepihak bukan sebagai bagian pertukaran.
Mengapa orang secara sepihak
memindahkan control atas tindakan kepada orang lain? Jawabannya adalah menurut
teori pilihan rasional, mereka berbuat sedemikian dalam upaya memaksimalkan
kepentingan mereka. Biasanya upaya memaksimalkan kepentingan individual itu
menyebabkan keseimbangan control antara beberapa actor dan ini menghasilkan
keseimbangan dalam masyarakat. Tapi dalam kasus perilaku kolektif, karena
terjadi pemindahan control secara sepihak, upaya memaksimalkan kepentingan
individu tak mesti menyebabkan keseimbangan system.
Norma. Meskipun norma dapat
digunakan untuk menerangkan perilaku individu, namun tidak dapat menerangkan
mengapa dan bagaimana cara norma itu terwujud. Menurut Coleman norma
diprakarsai dan dipertahankan oleh beberapa orang yang melihat keuntungan yang
dihasilkan dari pengamalan terhadap norma dan kerugian yang berasal dari
pelanggaran norma itu. Orang ingin melepaskan pengendalian terhadap perilaku
mereka sendiri, tetapi dalam proses, mereka memperoleh pengendalian melalui
norma terhadap perilaku orang lain.
Actor dilihat berupaya memaksimalkan
nilai guna mereka sebagian dengan menggerakkan hak untuk mengendalikan diri
mereka sendiri, dan memperoleh hak untuk mengendalikan orang lain. Karena
pemindahan pengendalian itu tidak terjadi secara sepihak maka dalam norma akan
terjadi keseimbangan. Tapi terkadang norma berperan menguntungkan orang
tertentu dan merugikan orang lain. Dalam kasus tertentu, actor menyerahkan hak
untuk mengendalikan tindakan orang lain. Selanjutnya, keefektifan norma
tergantung kepada kemampuan melaksanakan consensus itu. Consensus dan pelaksananyalah
yang mencegah tanda-tanda ketidakseimbangan perilaku kolektif.
Coleman mengakui bahwa norma saling
berkaitan. Ia melihat internalisasi norma memapankan system sanksi internal,
actor member sanksi terhadap dirinya sendiri bila ia melanggar norma. Jadi
seorang actor atau sekumpulan actor berupaya keras untuk mengendalikan actor
lain dengan mengingatkan norma yang diinternalisasikan ke dalam diri mereka.
Seorang actor berkepentingan untuk menyuruh actor lain menginternalisasikan
norma dan mengendalikan mereka. Ia merasa bahwa hal ini adalah rasional karena
upaya seperti itu dapat efektif.
Makna Makanan Terites
dalam Kajian Sosiologis
Terites seperti yang telah
dijelaskan di atas memiliki dua makna atau fungsi dalam masyarakat Karo antara
lain makna kesehatan(persepsi masyarakat, bukan medis) dan makna budaya(
meneruskan tradisi-tradisi). Secara makna kesehatan terites tersebut diyakini
dapat mengobati berbagi penyakit( yang mereka definisikan sendiri). Dan makna
budaya yaitu bagaimana terites dapat menggambarkan budaya atau tradisi agar
tetap berjalan.
Bagaimana terites ini diyakini dapat
mengobati beragam penyakit yang mereka definisikan? Seperti teori yang telah
diuraikan diatas, dimana orang yang memberikan makanan tersebut adalah
orang-orang yang memilkiki relasi atau hubungan dekat dengan mereka yang secara
otomatis tidak akan diragukan. Misalnya jika seorang anak disuruh ibunya
beribadah maka anak tersebut tanpa banyak alternative pikiran menyangkal orang
tuanya atu membantahnya karena anak tersebut telah memiliki relasi yang begitu
dekat sehingga si anak tanpa berpikir panjang akan melaksanakannya juga.
Demikian halnya orang Karo
mempercayai itu dapat menyuembuhkan berbagai penyakit dimana orang yang
menyatakan itu dapat menyembuhkan penyakit itu adalah saudara-saudara dekat
mereka(gemainschalft) misalnya paman,
mama, bibi dan banyak relasi dekat
lainnya. Dan terpenting adalah makna terites sebagai obat ini akan terus
diwariskan kepada generasi berikutnya oleh orang yang mendapatkan informasinya.
Dan akan diwariskan ketika ada komunikasi( misalnya ada keluarga terkena
penyakit maag, maka akan diberitahukan oleh keluarga dekat bahwa terites ampuh
mengobati penyakit tersebut dan orang yang sakit tersebut akan percaya dengan
argumentasi komunikator karena hubungan mereka yang dekat, hal ini dikarenakan
pikiran mereka tidak mungkin keluarga dekat membohongi atau mencelakakan
mereka).
Dalam makna budaya juga diikat oleh
kepercayaan mereka atas apa yang telah mereka dapatkan(pertukaran) dan menetapkan
pilihan bahwa itu sedemikian kebenarannya(pilihan). Terites ini ada pada
saat-saat anggota keluarga besar berkumpul. Misalnya dalam kerja tahun(pesta
tahunan) dimana keluarga besar yang telah jauh (tempat dan hubungan darah) juga
masih diundang, misalnya sipemeren(anak dari persaudaraan nenek pihak
perempuan) dan hubungan yang lain. Jadi dapat dijelaskan bahwa terites ini juga
dapat mengikat hubungan. Perlu dijelaskan bahwa dari dulu lembu atau sapi
adalah barang mahal yang jika hanya seorang saja yang menyandang dana akan
susah membelinya. Oleh karena itu ketika semua keluarga besar berkumpul maka
dana(biaya) akan cukup untuk memotong lembu dan membuat terites tersebut.
Misalnya beberapa puluh keluarga memotong satu lembu baru mampu membelinya.
Jadi dengan demikian terites secara tidak langsung telah membuat hubungan
semakin erat dalam keluarga mereka.
Demikian misalnya pada pesta
perkawinan orang Karo yang menyajikan makanan terites tersebut. Bagaimana
secara social mereka dihubungkan oleh perasaan saling menolong. Orang yang
mengadakan pesta(ekonomi menengah) akan mendapatkan utang yang banyak jika
membuat pesta adat. Oleh karena itu maka dalam pesta dibuatlah terites sebagai
lauk umum yang biayanya juga akan dibebankan bersama kepada seluruh undangan.
Dalam suku Karo ada istilah pertama
dalam setiap pesta adat, pertama ini berupa uang sumbangan yang secara symbol
membantu pemilik pesta dalam hal biaya. Dengan demikian terites menjadi tradisi
dalam setiap pesta perkawinan( tapi sekarang semakin jarang) untuk mengirit
biaya dalam hal konsumsi dan demikian diwariskan secara terus-menerus.
BAB III
PENUTUP
Dari
hasil pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
-
Terites adalah makanan khas Karo yang
terbuat dari sari makanan usus lembu yang dipadu dengan beragam bumbu memiliki
makna tersendiri bagi masyarakat Karo.
-
Makna terites dapat dibagi kedalam dua
bagian yakni sebagai obat(terhadap penyakit yang didefinisikan oleh mereka) dan
makna budaya( dalam acara-acara tertentu yang biasa dilakukan).
-
Makna terites dalam masyarakat Karo
dapat dianalisis dengan teori kepercayaan, pertukaran dan pilihan rasional.
-
Makna terites dalam masyarakat Karo
didasarakan atas kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang telah
diwariskan dari generasi ke generasi dan sebagai makna budaya, didasarkan atas
pertukaran yang didapatkan, dimana setiap pesta adat mereka menjadi saling
membantu dalam hal biaya karena dianggap memiliki uang keluar yang besar dengan
menyajikan terites ini sebagai makanan dalam jamuan pesta tersebut.
Daftar Pustaka
Bujang, Ibrahim dkk.
1995. Makanan: Wujud Variasi dan Fungsi Serta Cara Penyajiannya pada Orang
Melayu Jambi. Depdikbud.
Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta:
Kencana Media Group
Muzaham, Fauzi. 1995.
Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta: UI-Press
Ritzer, George dan
Doglas J.G.. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Sumber lain:
Komentar
Posting Komentar