Latar Belakang Pekabaran Injil di Suku Karo
(Versi
GBKP)
Sejak permulaan abab ke XIX Pekabaran injil telah tiba
di Sumatera Utara dibawa oleh Badan-Badan Zending seperti Zending Babtist,
Ermelo (Belanda). Pekerjaan itu baru berhasil sebesar-besarnya setelah
Rheinisch Mission Gesellschaft (RMG) sejak tahun 1861 menyebarkan Injil
ke pedalaman tanah Batak. RMG telah menetapkan seluruh Tapanuli, Nias dan
simalungun menjadi wilayah pelayanannya. Dengan Demikian hanyalah wilayah Karo
yang belum dilayani.
J.Th. Cremer, bekas Direktur Maskapai Deli (1873-1884)
yang pada waktu itu adalah anggota Parlemen Rendah Belanda mengemukakan kepada
sidang Parlemen tentang keadaan orang Karo yang masih terbelakang dan yang
sampai saat itu belum mendapat pendidikan Barat seperti saudara-saudaranya
orang Batak Toba di Tapanuli. Ia juga mengemukakan bahwa, sekarang
wilayah ini sudah terbuka dan dikunjungi oleh suku-suku bangsa indonesia lain.
Orang Karo perlu dididik supaya kelak dapat ikut dalam arus kemajuan yang
dibawa oleh Pemerintah Kolonial , dan injil perlu segera diberitakan kepada
mereka sebelum mereka beralih agama kepada agama yang lain. Ia juga menambahkan
bahwa pekerjaan ini telah lebih mudah dijalankan, sebab jalan-jalan sudah
dibuka maskapai Perkebunan sampai ke kaki-kaki Bukit Barisan.
Mengingat Kenetralan Pemerintah Belanda dalam agama,
maka tugas itu tidaklah menjadi beban Pemerintah, dan juga tugas pendidikan
belum dapat dijalankan Pemerintah oleh sebab itu belum seluruhnya wilayah Karo
berada dibawah kekuasaan Belanda.
Akhirnya Cremer mendekati Nederlands Zenedeling
Genootschap (NZG) dan mengusulkan agar NZG mengambil tanggung jawab penginjilan
terhadap orang Karo dan ia sendiri bersedia mencari dana untuk maksud tersebut.
Usul Cremer ini dipandang baik oleh NZG. Mengingat keterbatasan NZG dalam
keuangan, maka NZG bersedia menerima bantuan dana yang akan diusahakan Cremer.
Permulaan
Perkabaran Injil 1890-1900
NZG mengutus H.C. Kruyt untuk memulai perkabaran injil ditengah-tengah orang Karo. Ia adalah anak Pdt. J.Kruyt salah satu pelopor Perkabaran Injil di Mojowarno Jawa Timur. Sewaktu ia diminta oleh NZG memulai perkabaran injil diantara orang-orang Karo, ia bertugas sebagai Kepala Sekolah di Tomohon Minahasa. Ia dan isterinya menerima tugas ini dengan senang hati.
Pada tanggal 18 April ia bersama-sama dengan
pembatunya Nicolas Pontoh tiba di Medan dengan kapal laut sedang isterinya
masih tinggal di Mojowarno. Setelah mengadakan perjalanan peninjauan sebanyak
tiga kali maka ia menetapkan Buluh Awar sebagai pangkalan pertama Perkabaran
Injil.
Pemilihan tempat ini adalah dengan beberapa
pertimbangan :
1.Desa ini terletak ditepi jalan yang dilalui para
pejalan kaki dari Dataran Tinggi Karo ke Belawan.
2.Jumlah penduduknya ada sebanyak 200 jiwa.
3. Desa dekat dengan desa-desa lain sekitarnya,
khusunya desa Ketangkuhen. Didesa Ketangkuhen ada seorang Guru atau Dukun Besar
yang oleh Kruyt diharapkan dapat mengajarinya tentang adat dan kepercayaan
orang Karo.
4.Jalan-jalan perkebunan mudah dicapai dari desa ini.
H.C. Kruyt mulai menetap di Buluhawar sejak tanggal 2
juli 1890 dengan menyewa sebuah rumah reot milik penduduk dengan sewa 16 dollar
per bulan.
Ia mulai pelayanannya dengan bercakap-cakap dengan
penduduk desa mulai dengan bahasa melayu dan membuka poliklinik dirumahnya.
Orang-orang segera berdatangan kerumahnya meminta obat dan ada yang hanya ingin
tahu. Dengan itu Kruyt juga segera mahir berbahasa karo dan menjalin
persahabatan dengan penduduk dan pejalan kaki dari gunung, diantaranya Pengulu
Seberaya. Ia diundang oleh Pengulu Seberaya mengadiri pesta Pekuwaluh (
Penghanyutan Abu Jenazah). Kruyt tidak jadi pergi karena tidak diijinkan oleh
Pemerintah. Hasratnya berkunjung kesana begitu besar, sehingga akhirnya
terlaksana pada tahun 1891.
Kruyt telah yakin bahwa injil akan dapat berkembang
diantara orang-orang Karo. Oleh sebab perasaan optimis ini , maka kruyt pun
mendatangkan 4 orang guru Minahasa yang akan membantunya. Tapi sebelum
guru-guru itu sempat ditempatkan di desa-desa , ia minta berhenti dari dinas
NZG dengan alasan bahwa ia ingin melanjutkan studi Sekolah Tinggi Teologia.
Demikianlah ia meninggalkan Buluhawar pada tahun 1982 sebelum seorangpun
dibaptiskan.
Sebagai gantinya tibalah Pdt.J. Wijingaarden pada
bulan Desember 1892 yang sebelumnya telah bekerja di Savu. Wijingaarden dan
Nyoya tidak mengenal letih dan tidak membuang kesempatan yang ada. Oleh sebab
itu ia segera menempatkan para guru-guru Minahasa di desa-desa, yaitu B.Wenas
di Salabulan, H.Pesik di Tanjungberingin, J.Pinontoan di Sibolangit, Richard
Tampenawas di Pernengenen sedang N.Pontoh tetap tinggal di Buluhawar.
Penempatan guru-guru ini sebenarnya atas undangan
kepala-kepala desa,sebab mereka mengerti akan manfaat pendidikan Barat. Oleh
sebab itu sekolah dan tempat tinggal guru-guru tersebut dibangun penduduk
dengan cara bergotong royong. Sekolah di Salabulan kemudian ditutup dan
dipindahkan ke Bukum pada tahun 1896. Diluar jam-jam sekolah guru-guru
ini mengabarkan injil kepada penduduk desa dengan mendatangi mereka ke
rumah-rumahnya, ladang-ladang dan jambur atau balai desa.
Tuhan memberkati pelayanan mereka. Pada tanggal 20
Agustus 1893 terjadilah pembaptisan pertama terhadap orang Karo, yaitu : Sampai
Bukit dengan isterinya Ngurupi Br Sembiring, Beserta anak mereka yang bernama
Pengarapen Bukit, Nuan Barus , Tala Barus keduanya bersaudara dan masih muda,
dan Tabar Bukit.
Tak lama kemudian wijingaarden jatuh sakit diwaktu
perjalanannya ke Pernengenen. Setelah Berobat beberapa hari ia meninggal dunia
di Rumah Sakit Perkebunan di Medan. Sebelum Menghembuskan nafas terakhir, ia
meminta isterinya untuk supaya tetap tinggal di Buluhawar meneruskan
Pelayanannya sampai penggantinya tiba. Nyonya Wijingaarden menepati amanah ini,
dan ia tinggal di Buluhawar sampai beberapa bulan lagi sampai pekerjaan dapat
diteruskan M.Youstra yang tiba pada bulan Februari 1894.
Youstra sangat berbakat dalam bahasa. Ia menyusun tata
bahasa Karo, mengalih bahasakan istilah-istilah teologi, menterjemahkan
104 Ceritera Alkitab ke dalalm bahasa Karo dan mengarang bahan bacaan anak
-anak sekolah minggu dan lain-lain. Ia menggerakkan gotong royong membangun
sawah untuk Buluhawar.
Dari perkunjungannya ke Tanah Tinggi Karo, ia
memutuskan agar Perkabaran Injil segera dapat dijalankan disana, meskipun
wilayah itu belum sepenunhya dikuasai oleh Belanda. Ia meminta Ijin kepada
Badan Zending untuk mengadakan pendekatan ke RMG untuk meminta bantuan tenaga.
Ia berangkat ke Toba pada tahun 1898. Sebagai hasil perkunjungan ini, maka
tahun 1899 RMG mengutus Pdt. H.Guillaume membantu NZG untuk wilayah Tanah
Tinggi Karo. Oleh sebab ijin mengabarkan injil kesana belum diperoleh, maka
buat semetara Guillaume bertempat tinggal di Bukum, sambil menjadi peserta
Resort Bukum yang wilayahnya sampai ke Serdang. Dalam kurun waktu 1899-1904 ia
berpuluh kali mengunjungi Tanah Tinggi Karo. Pada tahun 1902 sudah keluar ijin
mengabarkan injil di Tanah Tinggi Karo, dan sibayak Pa Pelita dari Kabanjahe
juga memberi ijin kepadanya bertempat tinggal di Kabanjahe. Ia pun segera
merencanakan membangun rumah di Kabanjahe pada akhir tahun 1902 . Tetapi sayang
bahan papan yang telah tersedia, pada suatu malam dirampas orang. Dengan sedih
Guillaume menulis surat kepada kantor Zending di Belanda tentang peristiwa
tersebut, ia menutup suratnya dengan :" Kiranya papan itu kelak menjadi
permulaan dari gereja-gereja diwilayah ini ".
Bersama Guillaume tiba dua guru injil yaitu M.L.
Siregar yaitu putera dari Pendeta Batak pertama dan Nahum Tampubolon.
M.L.Siregar melayani ditengah-tengah orang karo dari Buluhawar, Bukum, Pancur
Batu dan Kutajurung, Sibolangit sampai pensiun pada tahun 1938, sedang Nahum
Tampubolon segera pulang ke daerah asalnya.
Pendeta J.H.Neumann tiba pada tahun 1900. Beberapa
waktu ia tinggal di Buluhawar tetapi kemudian ia memilih Sibolangit menjadi
tempat kedudukannya. Pemilihan tempat ini adalah karena sudah agak pasti bahwa
jalan akan dibuka melalui Sibolangit ke Bandar Baru dan selanjutnya ke
Kabanjahe. Selain mengabarkan injil dari desa ke desa dan membangun
sekolah-sekolah , Neumann membuka klinik di Sibolangit. Ia dibantu oleh Pa
Ngamper Tarigan yang sebelumya juga bertugas sebagai penginjil. Kemudian
Neumann terkenal dengan tulisan-tulisannya mengenai kepercayaan
kristen,kebudayaan karo dan menterjemahkan Perjanjian Baru dan Perjanjian lama
kedalam bahasa Karo. Sejak Neumann di Sibolangit peranan Buluhawar sebagai
pangkalan pelayanan menjadi berkurang. Akhirnya seluruh dusun dilayani dari
Sibolangit, Dan terbentuklah Klasis Sibolangit kurang lebih tahun 1920
Perkembangan
PI 1905-1915
Dalama kurun waktu ini terdapat dua perkembangan . Pertama adalah waktu untuk mengkabarkan Injil ke Tanah Tinggi Karo yang telah lama dinanti-nantikan terwujud dengan menetapkan Pdt.E.J. Van den Berg di Kabanjahe pada tanggal 10 April 1905. Ia dibantu oleh guru-guru lulusan Sekolah Guru Cepat yang dipimpin Youstra di Buluhawar dan oleh Neumann di Sinbolangit sejak tahun 1900. Segera setelah bertempat tinggal di Kabanjahe, ia membuka sekolah dan mengabarkan injil. Sekolah pertama di Kabanjahe dibuka pada tahun 1905, gurunya bernama Tuhan Purba dan kemudian Renatus. Dengan pertolongan Sampai Bukit yang telah dibaptis di Buluhawar, ia memulai pekabaran injil dan membuka sekolah di Bukit. Gurunya adalah Ngendes Tarigan (Pa Dina). Kemudian ia juga membuka sekolah di Dokan, gurunya bernama Menteri Ketaren, yang sebelumnya dibawah bimbingan Neumann telah menjalankan perkabaran injil di Resort Sibolangit. Sekolah juga dibuka di Cingkes, gurunya bernama Deman Ginting. Pada tahun 1908 berlangsung pembabtisan pertama di Kabanjahe. Antara tahun 1908-1915, Bukit dan Dokan. Yang dibabtis pada tahun 1910 terdapat Sibayak Pa Mbelgah, terkenal sebagai pemberani.
E.J van den Berg membuka sekolah-sekolah dibanyak
tempat, antara lain di Lingga, Naman, Berastagi, Ajibuhara,Barusjahe, Batukarang
dan Sarinembah. Ia membuka poliklinik umum dan lepra yang kemudian berkembang
menjadi Rumah Sakit Zending dan R.S Kuta Lau Simomo.
Van den Berg sangat tekun bekerja dan pandai bergaul
dengan penduduk maupun raja-raja. Untuk memenuhi kebutuhan guru-guru, maka NZG
membuka Sekolah Guru yang lebih tinggi tarafnya yang telah dibuka oleh Youstra
di Berastagi. Guru-gurunya adalah G.Smit merangkap kepala sekolah, H.Pesik,
G.C. Rompas dan Moningka, ketiganya berasal dari Minahasa. Sebelum ditutup pada
tahun 1920,sekolah sempat menerima murid 4 kali.
Perkabaran injil juga dikembangkan kedaerah Serdang
dengan penempatan L.Boadaan di Kotajurung, pada tahun 1910. Di Kutajurung
dibuka sekolah Zending. Seperti halnya Neumann diangkat pemerintah mengawasi
sekolah-sekolah Pemerintah di Deli hulu, demikian juga Bodaan diangkat menjadi
pengawas sekolah-sekolah pemerintah di Serdang. Setelah 5 tahun melayani di
Kutajurung L.Bodaan pindah ke Kabanjahe dan ia digantikan oleh van den
Berg(1917-1919)
Berdasrkan statistik keanggotaan maka dalam 10 tahun
masa kerja di Tanah Tinggi jumlah yang dibaptis hampir sama dengan 25
tahun masa kerja didusun. Seluruh anggota jemaat setelah 25 tahun baru
962 orang, terdiri dari resort Sibolangit 337 orang, resort Kutajurung 174
orang, sedang Resort Kabanjahe 451 orang.
Kemandekan Pekabaran Injil 1915-1925
Setelah mengalami perkembagan yang baik antara tahun 1900-1915 maka terjadi kemandekan 10 tahun lamanya. Menurut laporan E.J. van den Berg yang melayani di Resort Serdang dari tahun 1917-1919, hampir semua yang telah dibaptis pada kurun waktu 1893-1918 tidak ada yang aktif ke Gereja. Bersamaan dengan itu, murid-murid sekolah juga berkurang secara menyolok.
Sebab-sebab kemunduran ini :
1.Orang mulai kurang percaya ajaran moral dan
pendidikan yang dikembangkan Belanda, sebab orang Eropah sendiri berperang satu
dengan yang lain dalam Perang Dunia I
2.Orang tidak melihat kegunaan menjadi Kristen.
3.Orang Belanda hanya menyuruh orang lain menjadi
Kristen,menghormati hari minggu, tetapi mereka sendiri tidak ke Gereja.
4.Pada waktu itu timbul gerakan Si Parhudamdam, yaitu
satu gerakan nasional yang religius yang berasal dari Toba, memasuki Karo
melalui Serdang. Gerakan ini anti Belanda, anti pajak, anti pengobatan
Belanda dan anti sekolah dan juga anti gereja.
Pikiran rakyat yang berkembang ini, membuat anak-anak
menarik diri dari sekolah-sekolah. Dalam pada itu Pemerintah Belanda tidak
memberikan subsidinya, jika jumlah murid tidak memenuhi ketentuan Pemerintah.
Oleh sebab jumlah murid kurang dari ketentuan, maka sekolah Zending akhirnya
ditutup pada tahun 1920. Pada bulan-bulan pertama tahun 1918 tidak ada orang
yang mau berobat ke Rumah Sakit Zending di Sibolangit. Gerakan itu tidak sampai
ke Tanah Tinggi Karo , Namun pikiran kritis terhadap Orang Barat terasa
dimana-mana.
Pertumbuhan Baru 1925-1940
Para pendeta NZG ,melalui konfrensi-konfrensinya berusaha mengembalikan perkembangan dan pelayanan Gereja dengan :
1.Penataan ulang penempatan Pendeta. Dalam rangka ini
Resort Kutajurung dipindahkan ke Gunung Meriah. ada dugaan bahwa hubungan
Bangun Purba - Seribu Dolok akan sama seperti Medan-Kabanjahe. Kutajurung
dijadikan tempat kedudukan Guru jemaat yaitu Guru Julius Raintung dari
Minahasa(1918-1925).
2.Membatalkan Resort Sarinembah dan mengembalikannya
ke Resort Kabanjahe, serta menutup Resort Barusjahe dan jemaat Barusjahe
digembalakan oleh Guru Jemaat Siam Ketaren dan selanjutnya oleh Juai Sembiring
Meliala.
3.Memulai lagi penempatan guru-guru agama baru bekas
siswa Sekolah Guru di Raya.
4.Menempatkan sebagian dari mereka menjadi Guru-guru
sekolah swasta, yang mulai bermunculan 1920-an.
Kendati usaha ini sangat lamban. Barulah pada tahun
1925-1940 terjadi lagi perkembangan baru timbul di seluruh daerah. Jemaat juga
berkembang di Langkat Hulu sejak Perkabaran Injil dimulai dimasa pada 1922.
Ada beberapa hal yang perlu kita catat dalam proses
perkembangan ini :
1.Tanah Tinggi Karo mengalami kemakmuran dibanding
kurun waktu sebelumya. Kemakmuran ini terjadi oleh karena wilayah itu menjadi
sumber sayur-sayuran, buah-buahan dan bunga. Beberapa daerah muncul sebagai
penghasil beras oleh sebab sistem irigasi yang dijalankan Pemerintah.
2.Semangat mencari pendidikan muncul kembali. Dalam
kaitan ini dibukakan sekolah yang berbahasa Belanda di Kabanjahe pada tahun
1922 oleh Raja-raja Berempat sedang pelopornya E.J van den Berg dan selanjutnya
S.D Keristen berbahasa Belanda ditahun 1933.
3.Rumah sakit Zending di Kabanjahe dan Sibolangit,
mulai pula mendirikan klinik-klinik dibanyak tempat dataran Tinggi Karo dan
Deli Hulu.
4.Kedatangan John Mott ke Indonesia (1925) mendorong
Pendeta-pendeta NZG mengadakan pelayanan terhadap pemuda dan wanita. Dapat
dikatakan sejak tahun 1930-an Gereja telah melayani pemuda-pemuda dan
wanita-wanita melalui sepakbola , musik, kerajinan tangan dan dengan mendirikan
asrama pria dan asrama wanita di Kabanjahe dan Medan.
Pelopor-pelopor pelayanan dibidang Kategorial
dikalangan Wanita, adalah Nyoya van den Berg, Nyonya de Kleijen dan zuster
Meyer, sedang dari anggota jemaat dalah Pertumpuan br Purba, Nimai br Purba
dibantu oleh guru-guru pengasuh yang dinamai guru-guru CMCM(Christelyk Meijes
Chub Madju) yaitu Bakul br Suka, Dina, Perembahen br Barus, Hanna br Munte,
Nungkun br Manik, Nawari br Tarigan Tua, Martha br Munthe, Megiken br Sinuraya,
Rehulina br Ketaren, Christina br Meliala, Tenteng br Sinulingga dan Lemah br
Sinulingga. Pelopor dibidang pria oleh Pdt.W.A Smit yang mendirikan BKDK (Bond
Kristen Dilaki Karo ). Diluar BKDK bergerak Pdt. Jansen Schoonhoven,
Pdt.H.Vuurmans, pendeta Resort Kabanjahe dalam sepakbola dan Penelaah Alkitab.
Dari orang karo yang bergerak di BKDK terdapat guru agama Ngikut Ketaren,J.A.
Sebayang dan lain-lain. Ketua BKDK di Sibolangit adalah G.Siregar. Dibidang
musik terkenal penggeraknya adalah Bilik Purba, Rumpia Bukit dan Rumani Barus
dan Adniel Layari Surbakti.
Untuk menampung perkembangan ini NZG membuka Sekolah
Guru Agama pada tahun 1924, 1929 dan selanjutnya 1935 yang dipimpin Pdt.
J.H. Neumann dan kemudian oleh Pdt.J.van Muylwijk.
Melihat perkembangan yang menggembirakan itu dan
mengingat pula kemungkinannya terjadi Perang Dunia II, maka mulailah
dibicarakan pembentukan suatu organisasi untuk jemaat-Jemaat Karo dalam Bentuk
Synode. Besarlah peranan DR.H.Kraemee yang turut mendorong Pendeta-pendeta ,Guru-guru
jemaat dan pendeta-pendeta mencapai kemufakatan pada pertemuan yang diadakan di
Kabanjahe 1939. Selanjutnya Pendeta W.A.Smit mempersiapkan sebuah tata gereja.
Demikianlah pada Sidang Synode pertama di Sibolangit
pada tanggal 21-23 Juli 1941 terbentuklah Synode Gereja Batak Karo Protestan.
Dan pada waktu itu juga dibaptiskan dua Putera Karo setelah mereka mengakhiri
studynya di Seminari Sipaholon, bernama Palem Sitepu dan Thomas Sibero. Ketua
Synode ialah Pdt.J.M van Muylwijk, sedang sekretarisnya Gr.Agama Lucius Tambun.
Masa Sulit Pendudukan Jepang dan Perjuangan
Kemerdekaan 1940-1950
Pertumbuhan Kembali terhalang waktu tentara Jepang menduduki Indonesia, sejak tahun 1942 sampai tahun 1945. Dalam masa ini terjadi kesulitan-kesulitan hidup, sebab tidak ada tersedia cukup keperluan-keperluan pokok seperti makanan, pakaian dan obat-obatan.
Pada pihak lain tentara Jepang sering melakukan tindak
kekerasan menembak,menahan dan menyiksa serta mengadakan kerja paksa membuat
benteng-benteng pertahanan. Rakyat diadu supaya saling mencurigai. Dalam
keadaan inilah Gereja yang baru saja mengadakan Synode hidup dan melayani.
Selain dari masalah-masalah yang dihadapi masyarakat umumnya, gereja menghadapi
:
1.Lemahnya organisasi yang seyogyanya mengatur
pelayanan secara keseluruhan.
2.Tidak ada lagi kas umum.
3.Kurangnya tenaga pelayan oleh sebab Pendeta Belanda
telah ditangkap, dan beberapa Guru Injil tidak bersedia lagi melayani.
4.Kecurigaan Jepang terdahap umat Kristen.
Sungguhpun demikian dalam kurun waktu ini terjadi dua
kali Sidang Synode, yaitu Juli 1942 dan September 1943. Dalam sidang Synode
1943 dipihlah Pdt Th. Sibero menjadi Ketua Synode.
Sungguhpun kesulitan-kesulitan tersebut jumlah
pengunjung gereja tetap banyak dan sakramen tetap dijalankan. Setelah berakhir
pemerintahan Jepang, keadaan bukan makin tenteram karena Republik Indonesia
yang baru di proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 diserang oleh tentara
Belanda. Sebahagian besar penduduk Karo meningggalkan desa asalnya mengungsi ke
Alas dan Dairi.
Dalam suasana perang ini orang-orang Kristen tetap
setia mengadakan kebaktian dimana mungkin. Kalau dibaca statistik baptisan maka
dalam masa pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan Indonesia terdapat
kira-kira 1000 orang yang dibaptis.
Koreksi Penting yang perlu dikritisi adalah:
1. Makna keterbelakangan orang Karo yang dimaksud Cremer. Apakah lebih kepada keprihatinan keterbelakangan atau karena pemberontakan yang gencar dilakukan oleh orang Karo terhadap perusahaan-perusahaan Belanda mengingat beliau adalah Pengusaha dan seorang politikus. (seseorang bertindak karena pengalaman dan tuntutan situasi).
2. Apakah orang Karo mengenal gerakan Parhudam-dam? (Mengingat Tulisan Ritha Smith Kipp yang juga menguraikan alasan kemunduran Perkembangan Kristen Karo di masa itu)
sumber referensi:
Rita Smith Kipp. Disociated Identity.
Komentar
Posting Komentar