Masyarakat Karo Anti Sentralisasi



Masyarakat Karo Anti Sentralisasi
Salmen Kembaren

Pernahkah anda terpikir bahwa orang Karo tidak pernah memiliki sebuah organisasi yang besar dan bertahan lama?

Hal ini perlu dikaji secara sosiologis tentunya. Hal ini berkaitan dengan solidaritas yang dikemukakan oleh pendahulu kita yakni Emile Durkheim. Pertama menurutnya adalah solidaritas itu dapat terbentuk karena homogenitas ataupun heterogenitas. Lebih jauh lagi Tonnies mengemukakan bahwa solidaritas itu dikembangkan lagi menjadi solidaritas karena hubungan darah, lokasi, dan kesamaan dan juga karena hubungan yang saling membutuhkan (mechanic).

Sedikit beralih ke Karo, mungkin semua kita memahami bahwa setiap orang Karo dalam hubungannya satu sama lain akan memiliki tali persatuan persaudaraan, seperti Sembuyak, Senina, Kalimbubu, Anak Beru, dan tutur lainnya yang berjumlah sedikitnya 12. Kalau demikian hubungan persaudaraannya mengapa tidak dokoordinir dengan sebuah organisasi yang benar-benar mempersatukan Karo. Jawaban sementaranya adalah bahwa solidaritas yang ada pada masyarakat itu sesungguhnya adalah solidaritas "kerabat" atau dinamakan dengan "keluarga batih".

Sebagai contoh, untuk anda laki-laki, manakah anda lebih intens berhubungan dengan keluarga laki-laki atau ke keluarga istri anda? Jawabannya sudah ada di benak masing-masing dengan segala alasan. Alasannya adalah karena "sikap hormat berlebih kepada Kalimbubu". Mungkin belum bisa anda terima. Penjelasannya bahwa anak-anak anda pastinya akan lebih banyak berhubungan dengan keluarga ibunya dalam kegiatan-kegiatan peradatan berikutnya. Sedang pihak keluarga laki-laki (misalnya Kalimbubu ayah, kalimbubu Bulang, Kalimbubu Appung ) akan semakin jauh karena perannya semakin berkurang. Intensitas interaksinya juga tentu akan berkurang dan sebagainya. Oleh karenanya kerabat itu sesungghnya kecil yakni hanya sebatas hubungan ayah, ibu, anak, mama, impal, bibi, turang impal, nini dan bulang. Ini adalah cakupan kerabat terdekat dan terkuat. Lebih dari ini akan terus melemah-dan melemah.

Oleh karena itu, maka dalam sebuah desa dapat digambarkan beberapa pusat kekerabatan yang masing-masing memiliki kekuatan tersendiri sesuai dengan jumlah anggotanya. Pernahkan anda mendengar bahwa tata peradatan satu daerah berbeda dengan peradatan daerah lainnya. Seperti misalnya Adat Karo Julu dalam kematian berbeda dengan adat Karo Langkat? Sangat banyak perbedaan, hal ini dasarnya adalah perbedaan dasar dari kekerabatan tersebut. Pada akhirnya muncul banyak perbedaan lainnya seperti gaya bahasa, tutur kata, cara menari, cara bertani, sistem upacara adat dan sebagainya.

Dan perlu kita ketahui bersama bahwa Suku Karo bukan berarti tertutup terhadap perubahan. Suatu hari dalam sebuah seminar mengenai adat kematian di Bandar Baru (2011) seseorang yang mengaku berasal dari Desa Seberaya mengatakan salah dalam penempatan kain "Utang Adat", menurutnya bahwa kain "utang adat kematian" harus diberikan kepada pihak Mama. Hal tersebut mungkin benar adanya di Seberaya. Namun sangat berbeda di Daerah Julu (Timur), bahwa kain tersebut berhenti di pundak Mama yang meninggal namun akan berhenti terakhir di Pundak Mami yang meninggal.

Demikian dalam hal menari, seseorang bisa saja mengklaim bahwa tarian yang benar adalah tarian dari daerah Singalor Lau dengan gaya landek sada tan-nya. Namun hal ini berbeda dengan daerah atau mungkin desa lain, seperti misalnya penari perempuan yang dilarang mengangkat tangan dengan ketiak terbuka ketika menari, di daerah lain mungkin diperkenankan terutama tari seluk.

Lebih lanjut lagi, sebelum kedatangan Belanda dan Bergabung dengan NKRI, bahwa bentuk pemerintahan di masyarakat Karo adalh pemerintahan Federasi. Setiap desa berdiri sendiri sebagai desa yang otonom (kuta). Untuk hubungan yang lebih luas maka federasi tersebut menyatu dan memiliki otonom tersendiri dan tidak dapat digugat oleh federasi lain (urung). Urung dapat dikategorikan sebagai sebuah tata pemerintahan setingkat negara kerajaan yang terdiri dari beberapa kerajaan di dalamnya. Dan perlu kita pahami bersama bahwa seluruh urung tidak pernah bersatu dan sepakat untuk membentuk satu federasi yang besar.

Namun, satu federasi dengan federasi lainnya dapat saling membantu layaknya hubungan dua negara atau lebih. Seperti yang terlihat antara hubungan Urung Si Pitu Kuta dengan Sibayak Munte, dan sebagainya. Namun bukan berarti sibayak Munte memiliki kuasa penuh atas Sibayak Barus Jahe. Dari penjelasan ini bahwa masyarakat Karo Kuno sangat menghargai hak-hak privasi mulai dari tingkat federasi desa (Urung), federasi kesain (kuta) dan hak-hak pribadi warga desa.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karo Berry (sebuah kenangan masa kecil)

Kerja Tahun Saat Ini

"Terites" secara sosiologis