Pengobatan Tradisional Karo berujung?
Oleh: Tuahraja Salmen Sembiring Kembaren(Bagian 1)
Setiap individu
tentunya memiliki tingkat kemampuan tersendiri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Demikian halnya untuk kesehatan. Ketika seseorang mengalami sakit
atau penyakit maka si individu tersebut akan berusaha untuk keluar dari rasa
sakit atau penyakit tersebut. Dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk
keluar dari penyakit tersebut maka pada akhirnya seorang inidividu membutuhkan
individu lain untuk mengobati dirinya, pada titik inilah terjadi pertukaran
informasi pengetahuan mengenai metode pengobatan.
Kumpulan metode
pengobatan yang dimiliki oleh masing-masing individu ini atau pertukaran
informasi mengenai pengobatan dapat dikategorikan menjadi pengetahuan
masyarakat atau kearifan masyarakat lokal. Pengetahuan ini pada dasarnya
diwariskan terus-menerus terutama pada lingkungan keluarga ataupun pada tingkat
tetangga. Pewarisan lainnya yang paling banyak adalah pada pengobat
tradisional(pertawar, tukang alun, dan guru). Pada perkembangannya pengetahuan
ini harus bersaing dengan pengobatan modern.
Masyarakat
Karo juga memiliki pengetahuan lokal mengenai pengobatan yang cukup luar biasa.
Berdasarkan falsafahnya, bahwa ada dua pepatah Karo mengenai pengobatan
tradisional ini yaitu: Lit Bisa Lit Tawar yang berarti ketika ada bisa atau
racun maka pasti ada penawarnya, kemudian
falsafah berikutnya yaitu Tambari Penakit Nagasa Keri Bulung Meratah
yang berarti obatilah penyakit sampai habis dedaunan hijau. Dari kedua falsafah
ini mengindikasikan bahwa Suku Karo cukup atau bahkan lebih dalam memiliki
pengetahuan mengenai mengobati penyakit yang diderita oleh masyarakatnya.
Setiap penyakit diyakini dapat disembuhkan kecuali penyakit yang mengarah pada
panggilan ilahi(dalan mbelin).
Pengobatan
tradisional Karo dapat dikategorikan berasal dari beberapa sumber yaitu dari
wahyu(jinujung), pewarisan atau keturunan, pengobat tradisional, dari tetangga
atau dari pengalaman sendiri. Pengobatan tradisional Karo juga dipengaruhi oleh
agama-agama yang masuk ke Karo baik sejak agama Hindhu, Islam sampai agama
Kristen. Berdasarkan bahan ramuan pengobatan yang digunakan maka dapat
dikategorikan berasal dari nabati, hewani dan bahan mineral alam.
Ketika
kita mencari seorang “guru” maka mungkin tidak akan kita temukan lagi. Konsep
“guru” segera pudar dan memungkinkan punah karena tidak dipakai lagi. Konsep
penggantinya yang digunakan masyarakat Karo adalah pertawar, perkuning,
pertambar, pertawar penggel(dukun patah) dan sebutan lainnya sesuai keahlian utama
sang “guru”. Hal ini bukan tidak beralasan, “guru” dalam konsep agama
modern(baca Islam dan Kristen) tergolong kedalam dukun atau kekafiran oleh
karenanya maka munculah persepadanan kata dari konsep “guru” yang memakai
sebutan dari keahlian utama dari pengobat tradisional tersebut. Sebagai
contohnya jika seorang nenek dianggap ahli dalam mengusuk terutama mengusuk
atau perawatan kehamilan maka dikategorikan sebagai tukang alun(tukang urut).
Pengobatan
tradisional Karo sangat dinamis dalam arti kata mengikuti perkembangan
masyarakatnya. Hal tersebut terutama dalam perbahan nama pengobat tradisional
dari “guru” ke pertawar”. Kedua mengenai penyakit yang disembuhkan, berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan maka banyak jenis penyakit yang dikategorikan
atau didiagnosa dari dunia kedokteran modern dapat atau hanya dapat diobati
oleh pengobatan tradisional.
Berdasarkan
metodenya maka pengobatan tradisional Karo dapat dikategorikan kedalam beberapa
metode pengobatan. Pertama, metode pengobatan dengan menggunakan ramuan yang
dimakan atau diminum. Kedua, metode tindakan murni. Ketiga, metode kombinasi
ramuan dan tindakan.(Bersambung)(Tulisan Ini dapat juga dibaca di Tabloid Sora Sirulo Edisi Agustus 2012)
Komentar
Posting Komentar