Desa Tertinggal di Kabupaten Karo
Kajian
Sosiologis Mengenai Desa Tertinggal
(Desa
Mburidi, Kabupaten Karo)
O
L
E
H
Salmen
Sembiring
080901054
DEPARTEMEN
SOSIOLOGI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
PENDAHULUAN
Indonesia
sebagai negara berkembang sudah tentu memiliki banyak desa yang masih
tertinggal atau belum maju. Hal ini berkaitan dengan proses pembangunan yang
sedang atau yang sudah dilakukan di Indonesia, juga terkait dengan berbagai
kebijakan public yang dibuat dan diimplementasikan oleh pemerintah yang
memegang kekuasaan. Seperti pada masa Orde Baru misalnya, kebijakan sentraisasi
pembangunan menyebabkan kesenjangan yang cukup signifikan antara pulau Jawa
dengan pulau-pulau lainnya terutama Papua, Sulawesi, dan Kalimantan. Jawa identik
dengan daerah industrial sedangkan daerah lain hanya berkembang secara perlahan
dengan ekonomi pertaniannya.
Sebanyak
32.379 desa di Indonesia masuk dalam kategori desa tertinggal. Sebagian besar
dari desa tersebut berada di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Jumlah
desa tertinggal sebanyak 45 persen atau hampir separuh dari jumlah desa di
Indonesia yang mencapai 70.611 desa. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
misalnya, desa yang masuk dalam kategori desa tertinggal berjumlah 1.886 desa.
Sebagian besar berada di Kabupaten Manggarai yakni dari 254 desa, 229 di
antaranya merupakan desa tertinggal. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian
tengah, desa tertinggal banyak terdapat di pulau Kalimantan. Di Kalimantan
Barat dari 1.530 desa, 944 di antaranya merupakan desa miskin. Begitu pula di
Kalimantan Tengah. Di provinsi ini dari 1.531 desa, 1.005 di antaranya masuk
kategori desa tertinggal. Kondisi terparah berada di Kabupaten Murung Raya,
yakni dari 118 desa 109 di antaranya juga merupakan desa tertinggal.
Sedangkan
di wilayah Indonesia bagian barat, desa tertinggal banyak terdapat di Provinsi
Sumatera Selatan. Dari 2.778 desa yang ada, sebanyak 1.535 desa (55,26%) masuk
dalam kategori desa tertinggal. Sementara
untuk Pulau Jawa, desa tertinggal paling banyak terdapat di Provinsi Jawa
Timur. Di Kabupaten Sampang dari 186 desa yang ada, 143 di antaranya juga masuk
dalam kategori desa tertinggal. Sedangkan di Kabupaten Bondowoso lebih dari 50
persen desa yang ada juga merupakan desa tertinggal. Data ini kita peroleh dari
data potensi desa 2005 di Badan Pusat Statistik. Banyak faktor yang dijadikan
sebagai tolok ukur suatu desa masuk dalam kategori desa tertinggal.
Faktor-faktor itu adalah ketersediaan jalan utama desa, lapangan usaha bagi
mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas
komunikasi, kepadatan penduduk per km2, sumber air minum, sumber bahan bakar,
persentase penggunaan listrik dan persentase pertanian.
Sebanyak
2.717 desa atau perkampungan yang ada di Sumatera Utara tergolong desa atau
perkampungan tertinggal. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.899 terletak di
kawasan yang bukan tertinggal dan 800 lebih berada di kawasan yang memang
tertinggal. Penyebab ketertinggalan tersebut masih didominasi persoalan
infrastruktur jalan yang menghubungi daerah tersebut dengan dunia luar. Kondisi
ini diperparah jalan di Sumatera Utara
yang rusak berat. Sebagian besar kawasan tertinggal berada di daerah perbukitan
dan pesisir pantai. Bappeda Sumatera Utara mencatat dari 25 kabupaten/kota
terdapat enam kabupaten yang masih tergolong tertinggal. Yakni Kabupaten Toba
Samosir, Dairi, Pakpak Barat, Tapanuli tengah, Nias, dan Nias Selatan.
Kabupaten
Karo bukanlah daerah yang termasuk ke dalam kabupaten yang tertinggal, namun
masih ada beberapa desa yang dapat dikategorikan tertinggal dibandingkan dengan
desa-desa yang lain di Kabupaten Karo itu sendiri. Desa-desa yang tertinggal di
Kabupaten Karo ini terutama yang berada pada daerah perbatasan seperti
Kecamatan Juhar dan Kecamatan Mardingding(berbatasan dengan Langkat dan Aceh)
sedangkan daerah yang berbatasan dengan Simalungun, Deli Serdang dan Dairi
sudah tidak layak dikatakan sebagai daerah tertinggal.
Kabupaten
Karo, daerah dengan aktivitas perekonomian utamanya adalah pertanian dinyatakan
pemerintahnya bukan lagi sebagai kabupaten yang tertinggal. Kabupaten yang
berada di Dataran Tinggi Karo ini ternyata masih memiliki beberapa desa yang
sebenarnya masih dapat dikatakan sebagai desa yang tertinggal terutama di
Kecamatan Juhar, Kuta Buluh dan Mardingding (daerah perbatasan dengan kabupaten
atau Provinsi Aceh) salah satunya adalah Desa Mburidi di Kabupaten Karo.
PEMBAHASAN
Desa
Mburidi, Kecamatan Kuta Buluh Kabupaten Karo berjarak sembilan belas kilo meter
dari Kuta Buluh (ibu kota kecamatan). Untuk menempuhnya dari ibu kota kecamatan
dilakukan dengan mobil jeep selama kurang lebih tiga jam perjalanan dengan
bayaran Rp.15.000,- per orang dan belum termasuk ongkos barang. Jumlah rumah
tangganya kurang lebih 160 kepala keluarga dan sekitar 900 jiwa penduduk dengan
mayoritas penduduk adalah 95% suku Karo dan sisanya suku lain. Agama yang
dianut adalah Islam, Kristen dan Pemena.
Kegiatan
perekonomian masyarakatnya adalah bertani dan beternak. Dengan jarak yang cukup
jauh ke ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten maka warga membeli
barang-barang kebutuhannya hanya sekali dalam seminggu yaitu pada hari rabu ke
pasar Kuta Buluh. Jalan menuju desa ini sangat rawan yaitu belum tersentuh
aspal melainkan batu-batuan yang tidak teratur, terjal dan di sisi jalan adalah
jurang yang dalam. Dibanding dengan tiga desa lainnya sebagai jalur yang harus
dilewati menuju desa ini, maka Desa Mburidi dapat dikategorikan desa yang masih
sangat tertinggal, seperti Desa Kuta Buluh, Kuta Male dan Arih Tenggalan. Ketiga
desa ini infrastrukturnya sudah dapat dikatakan sudah cukup baik yakni jalan
desa yang di aspal, rumah-rumah warga telah dimasuki oleh PLN dan air PAM.
Lain
halnya dengan Desa Mburidi, jalan menuju desa yang masih terdiri dari bongkahan
batu, belum dimasuki oleh listrik Negara dan dengan sekitar 160 kepala keluarga
hanya memiliki tiga unit kamar mandi umum yang dipergunakan oleh seluruh warga
desa tekadang warga memanfaatkan sungai yang berada tidak jauh dari desa untuk
keperluan MCK. Listrik yang ada di Desa Mburidi hanya memakai pembangkit
listrik tenaga surya atas sumbangan negara lain. Pasokan listrik ini hanya
cukup digunakan oleh warga hanya untuk penerangan saja, sedangkan untuk
televisi dan radio tidak mencukupi. Oleh karena itu akses informasi ke desa ini
sangat terbatas yakni dari warung kopi yang menghidupkan televise dengan genset
mereka.
Mengenai
pendidikan, di desa ini hanya memiliki satu unit sekolah dasar (SD), sedangkan
untuk melanjutkan ke jenjang SMP dan SMA harus ke ibukota kecamatan atau ibukota
kabupaten di Kaban Jahe. Penduduk Desa Mburidi rata-rata hanya tamat sekolah
dasar, alas an rata-rata penduduk untuk tidak melanjut adalah mengenai jauhnya
perjalanan yang harus ditempuh karena infrastruktur jalan yang tidak bagus.
Sekalipun
agama modern (Islam dan Kristen) telah masuk ke desa ini, kebanyakan warganya
juga masih mengikuti kegiatan-kegiatan agama tradisional(agama Pemena) yaitu terlihat dari budaya erpangir ku lau yang masih sering
dilakukan oleh warga Desa Mburidi.
Pandangan Charles H.Cooley dan W.I
Thomas
Cooley menjelaskan bahwa konsep diri
manusia tidak semata-mata sebagai warisan biologis semata melainkan juga
sebagai bentukan lingkungan sosialnya. Kepribadian individu akan sangat
dipengaruhi oleh pandangan orang orang di sekitarnya mengenai siapa dirinya,
dan konsep diri ini terbentuk oleh proses komunikasi interpersonal yang terus
berlangsung. Perasaan diri seseorangg sering diperpanjang ke berbagai kelompok
dimana mereka adalah bagian dari kelompok tersebut. Orang-orang akan berbicara
“keluarga saya”, “desa kami” dan lainnya. Dalam hal ini orang-orang
mendefinisikan diri mereka dengan suatu kelompok tentang kemauan bersama,
pandangan , pelayanan dan lainnya.
Masyarakat Desa Mburidi adalah
masyarakat homogeny Karo yang masih mengadopsi nilai tradisi lama suku Karo.
Suku Karo yang tradisional tidak memiliki keinginan untuk hidup
bermewah-mewahan atau hanya sekedar cukup makan. Desa Mburidi yang memiliki
keterbatasan akses baik dengan desa lainnya
karena infrastruktur yang tidak menjanjikan sehingga kepribadian
generasi berikutnya juga sama dengan generasi sebelumnya yakni mereka
mendefinisikan diri mereka sebagai Karo tradisional yang cukup hidup dari
pertanian mereka, tidak perlu pendidikan tinggi, tidak perlu barang-barang mewah
dan sebagainya.
Institusi social menurut Cooley
hanyalah merupakan pandangan umum atau pikiran orang banyak seperti
kebiasaan-kebiasaan dan symbol-simbol. Pandangan umum muncul dari komunikasi
interpersonal, jadi semakin banyak jumlah orang yang melakukan komunikasi
interpersonal maka semakin kaya juga nilai umum suatu institusi social.
Perasaan diri seseorang akan dinyatakan dalam perilaku yang Nampak. Masyarakat
Desa Mburidi yang jarang ke luar dari desanya menyebabkan arus informasi dari
luar sangat minim jadi warga desa pada akhirnya nyaman dengan nilai-nilai atau
pandangan lama mereka.
Sejalan dengan Cooley, Thomas juga
berpendirian bahwa perilaku manusia bukanlah sebagai refleksif atas stimulus
lingkungan semata karena manusia mengawali tindakannya dengan tahap pengujian
dan pertimbangan yang disebutnya sebagai definisi
situasi. Masyarakat mendefinisikan beragam situasi berdasarkan apa yang
mereka alami selama proses sosialisasi. Definisi social mencerminkan
nilai-nilai serta tujuan bersama daripada masyarakat. Analisa situasi Thomas
memberikan sumbangan untuk melihat pentingnya perbedaan budaya atau subkultur
dalam definisi-definisi yang diakui.
Seperti yang dijelaskan oleh Thomas
dimana individu itu akan berperilaku sesuai apa yang mereka definisikan tentang
diri mereka. Sekali lagi intensitas interaksi sangat mempengaruhi hal ini. Jika
semakin beragam masyarakat maka semakin banyak pula situasi yang dapat
didefinisikan. Warga Desa Mburidi yang dihuni oleh komunitas homogeny yakni
Suku Karo mendefinisikan diri mereka adalah warga desa, petani, tidak perlu
pendidikan dan sebagainya.
Menurut pandangan kedua teoritisi
ini, intensitas interaksi dan jumlah orang-orang yang berinteraksi sangat
mempengaruhi kekayaan pikiran dari individu. Kekayaan pikiran individu ini juga
akan mempengaruhi kekayaan pikiran masyarakat atau institusi social masyarakat
desa. Arus informasi dari luar, sarana infrastrukstur dan lainnya semuanya
merupakan pendukung dari kekayaan pemikiran dari masyarakat desa yang masih
tertinggal. Dalam hal ini juga perlunya agen tertentu atau kebijakan pemerintah
tertentu untuk meratakan perkembangan desa-desa yang ada di seluruh negara.
PENUTUP
Kesimpulan
dan Saran
- Kabupaten Karo yang bukan masuk dalam kategori kabupaten tertinggal masih memiliki desa desa yang tertinggal seperti daerah Kuta Buluh, Mardingding dan Juhar.
- Desa Mburidi adalah salah satu desa yang masih dapat dikatan tertinggal dibanding dengan desa-desa yang ada di sekitarnya.
- Infrastruktur yang tidak mendukung menyebabkan Desa Mburidi tertinggal dari desa-desa lainnya. Infrastruktur desa tidak mendukung masyarakat untuk berinteraksi secara intens dengan masyarakat luar desa.
- Nilai-nilai tradisonal Karo masih melekat dalam warga Desa Mburidi sehingga mereka kuarng peduli terhadap nilai-nilai modern.
- Perlunya kebijakan pemerintah atau perlunya agen untuk mengubah pola pikir dari masyarakat desa tertinggal. Hal yang terutama adalah pemerataan pembangunan infrastruktur jalan dan sarana informasi dan komunikasi.
Sumber Referensi
Hambali Batubara.2006. Desa Tertinggal di Sumatera
Utara Mencapai 2.717. http://niasbarat.wordpress.com/2007/06/18/sebanyak-2717-desa-tertinggal-di-sumut/
(Dikutip pada 18 Mei 2011)
KenYunita.2006. 45% Desa di Indonesia Masuk Kategori
Desa Tertinggal . .http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/tgl/12/time/163933/idnews/673876/idkanal/10.
(Dikutip pada 18 Mei 2011)
Dana Tarigan.2009. Potret Desa Karo:Mburidi. Tabloid Sora Sirulo Edisi XXXIII. Green
Medan: Medan.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar.
Raja Grafindo: Jakarta.
Sunarto, Kamanto.1988. Pengantar Sosiologi Edisi
Revisi. FE-UI press: Jakarta.
Komentar
Posting Komentar