Masalah Pertanian Karo 2012
Permasalahan Pertanian
Kabupaten Karo
(Dalam Kacamata Sosiologi)
oleh Salmen S Kembaren
Latar Belakang
Masyarakat Karo tidak pernah
terlepas dari kehidupan pertanian. Mayoritas penduduk Suku Karo adalah petani.
Selain pertanian sebagai kegiatan ekonomi subsisten juga sebagai kegiatan
pertanian profit. Suku Karo adalah pemegang andil terbesar dalam pertanian
klasik di Sumatera Timur-Sumatera Utara. Anderson (dalam Peltzer 1978:21)
mengatakan bahwa Suku karo adalah pengekspor lada terbesar pada tahun1800-an
kemudian disusul oleh tembakau. Anderson kemudian mengatakan bahwa petani Karo
adalah petani yang tangguh dan petani teladan karena pengalamannya yang melihat
keuletan petani karo saat itu.
Pertanian modern(terutama
jenis-jenis tanaman) pertama kali dikenalkan oleh para penginjil Zending
Belanda ke dataran tinggi Karo. Hal tersebut dilakukan sebagai politik untuk
mengurangi “pemberontakan Karo” di Karo Jahe(Peltzer:94 dan sumber online).
Pada akhirnya pertanian itu berkembang dan terus berkembang. Produk yang paling
terkenal dan pernah mencapai puncak kejaan ekspor adalah kol dan kentang ke
Malaysia dan Singapura.
Pertanian di Kabupaten Karo mulai
bergejolak ketika berhentinya ekspor ke dua negara jiran tersebut pada tahun
1960-an. Masalah terbesar yakni ketika krisis moneter pada 1997 secara perlahan
membunuh pertanian di Karo. Masalah kemudian bertambah satu demi satu mulai
dari harga, pupuk, pasar dan sebagainya.
Tinjauan Sosiologis Mengenai
Permasalahan Pertanian Karo
1.
Pasar
atau Pemasaran
Masalah ini pertama kali menjadi
kendala sejar permusuhan Indonesia dengan Malaysia, kemudian setelah
perdagangan bebas Cina-ASEAN pada 2010. Permasalahan dalam hal ini adalah
penguasaan pasar, selama ini produk pertanian Karo hanya dapat menembus pasar
local(SUMUT) hal ini terutama untuk sayur dan bunga juga beberapa jenis buah.
Sedangkan untuk beberapa jenis buah seperti jeruk dan markisa dapat menembus
pasar Sumatera dan Jawa.
Produk
pertanian Karo dalam hal ini harus gigih bersaing dengan lawan utamanya dari
Cina. Jika tidak dapat melawan produk “Kalak Cina” tersebut maka produk
pertanian Karo akan menjadi penonton.
Dalam hal ini perlunya promosi
dan perluasan pasar. Menurut tinjauan sosiologis, sesuai dengan kondisi
mayoritas masyarakat Karo adalah petani maka perlu dibentuk suatau badan atau
komisi pada PEMKAB KARO khusus menangani pemasaran ini. Jika tidak terbentuk
maka hal ini dapat dikatakan sebagai kelemahan struktur atau struktur
pemerintahan yang mandul atau ‘salah tingkah.’ Karena hal ini berkaitan dengan
harga yang akan dibahas di bagian berikutnya. Selain itu dapat dengan mencari
pasar baru di luar SUMUT oleh calon distributor baru hal ini akan sama-sama
menguntungkan antara petani dan distributor(sebagai usaha baru).
2.
Harga
Harga produk pertanian berkaitan
dengan untung rugi kegiatan pertanian. Selama ini sejauh pengamatan penulis
bahwa permasalahan harga di Karo adalah fluktuasi yang sangat tajam. Hari ini
dapat sangat mahal beberapa hari kemudian bisa-bisa tidak laku. Hal ini
berkaitan dengan jumlah produksi pertanian dan pasar. Saat ini ada kecendrungan
di kalangan petani Karo apa yang mahal di pasaran maka akan menjadi primadona
untuk ditanam.(Kasus cabai merah tahun 2010 dan 2011-pada tahun 2010 harga
tertinggi di beberapa pasar tradisional adalah Rp.55.000,- di oktober sampai
puncaknya januari 2011. Bandingkan kemudian pada maret 2011 harga cabai bahkan
hanya Rp.6000,-/kg perbandingannya adalah 9:1)
Kelanjutan dari pembahasan
‘pasar’ diatas jika ada badan yang mengaturnya maka harga dapat terkontrol
dimana ketika produksi mebludak badan tersebut dapat menampungnya dan
menyalurkannya kembali ketika produksi menyusut. Selain itu perlunya kesadaran
petani untuk memperkaya jenis tanaman dengan mempelajari daerah per kecamatan
dengan produk pertanian yang dihasilkan. Misalnya daerah Kecamatan Merek adalah
penghasil cabai dan kentang terbesar maka di daerah Tiga Binanga tidak perlu
menanam jenis tersebut tapi dapat menanam jagung misalnya.
Selain hal tersebut dalam hal ini
juga perlunya “INFORMASI”. Mengapa perlu? Harga produk pertanian berkaitan
dengan informasi yang diketahui oleh para petani, seperti informasi
perkembangan harga, informasi jumlah produk pertanian di Karo, informasi cuaca
dan prediksi cuaca. Dalam hal ini perlunya kerjasama berbagai instansi terkait
seperti Dinas Kominfo, BPS KARO, BMKG SUMUT, radio daerah dan persuratkabaran
daerah. Disinilah pentingnya sebuah jaringan antar orang Karo jika menginginkan
orang Karo menjadi penguasa pertanian kembali.
3.
Pupuk
Persoalan pupuk menjadi
gunjang-gunjing setelah era reformasi ditandai dengan kenaikan harga pupuk yang
sangat tinggi. Pada akhirnya pemerintah mengeluarkan pupuk bersubsidi (Urea,
Phonska, ZA, SP dan Organic Fertilizer). Permasalahannya kemudian adalah jumlah
pupuk yang diberikan. Bisa dikalkulasikan, jika sebatang jeruk usia 7 tahun
membutuhkan pupuk sebanyak 5kg (NPK-dianggaplah pupuk subsidi sudah memenuhi
unsure tersebut sesuai jumlah yang dibutuhkan) maka hanya cukup untuk 40 batang
jeruk/ 1 paket subsidi-panduan USAID AMARTA). Oleh karenanya petani tetap membeli
pupuk nonsubsidi, masalahnya kembali kepada harga pupuk yang mahal dan kembali
ke persoalan jumlah untung rugi. Masalah ini tidak begitu terasa bagi petani
besar atau pemilik modal yang besar. Apakah semua petani Karo petani bermodal
besar?
Solusi sejauh ini adalah
pengenalan pupuk organik(bokasi). Suku Karo memang mengenal pupuk organic sejak
dulu yang dinamai dengan berbagai jenis seperti taneh kerangen, taneh pinugun,
perabun, kubang(pupuk kandang). Ternyata pertanian modern memiliki cara tersendiri
agar penggunaan pupuk organic dapat optimal. Masalahnya dari manakah petani
dapat mengetahui hal tersebut? Dalam hal ini perlu kiranya berbagai pihak
segera bergegas, misalnya kaum intelektual bergabung dengan sarana informasi
daerah(pemerintah terkait dengan surat kabar yang ada di daerah). Sistemnya
jangan seperti permainan petasan yaitu ketika dibakar langsung dilemparkan,
tapi harus seperti bahan bakar dalam mesin terus mengalir.
4.
Pengetahuan
Hal ini berkaitan dengan
permasalahan 1, 2, 3 dimana bertani itu adalah sama seperti kehidupan manusia
yaitu long life education. Dari manakah seseorang dapat belajar? Bisa secara
formal bisa juga secara nonformal ataupun informal. Secara formal yaitu dari
penyuluhan pertanian(pemerintah atau insntansi), secara nonformal yaitu
pelatihan, seminar, sekolah lapangan. Sedangkan secara informal dapat dari
pengalaman pribadi.
Ketika masyarakat Karo dikenalkan
dengan berbagai varietas modern maka perlu banyak belajar tentang jenis tanaman
tersebut. Di era modernisasi saat ini jika pengetahuan dari pengalaman
pribadi(informal) maka akan kalah cepat dalam bersaing dengan petani lain. Apa
yang penting dalam hal ini? Jawabannya partisipasi. Kajian ini lebih cenderung
melihat kepada kajian struktur dan jaringan jadi menurut penulis disini perlu
pemerintah mengalirkan ‘pengetahuan’ tersebut dan perlunya juga petani
menyisihkan waktu untuk belajar pengetahuan tersebut. Lagi. Lagi jaringan
pemerintah, cendekiawan Karo, media massa perlu dimanfaatkan.
Pemerintah dan Suku Karo memang
mulai krisis “kepercayaan” saat ini. Petani tidak tahu lagi harus mempercayai
siapa. Bahkan sesama petani dalam satu kampung sekalipun mereka tidak percaya
karena adanya perasaan takut disaingi, ACC, pelit ilmu. Pemerintah juga
demikian, masyarakat Karo seolah-olah dapat berkembang dan maju tanpa
pemerintah. Kalau demikian apalah guna PEMKAB KARo, lebih baik dibubarkan saja.
Seperti control pestisida dan pupuk palsu, disini tidak mungkin petani yang
harus buka labolatorium untuk menelitinya. Masyarakat Karo adalah masyarakat
yang sangat terbuka tapi sekali dibohongi maka akan selamanya kepercayaan itu
menghilang. Hal tersebutlah yang terjadi ketika pupuk palsu beredar pada tahun
2000-an. Krisis kepercayaan. Pada akhirnya sikap ACC yang dimiliki masyarakat(sekalipun
sedikit) dengan munculnya sikap instan/modenisasi dan individualism maka
kepercayaan itu semakin menipis di kalangan orang Karo. Adi la aku, ise pe
ula(Kalau bukan aku, maka siapapun tidak).
Rasa kepercayaan ini dapat
ditumbuhkan kembali, dengan penguatan identitas Karo. Rasa solidaritas dan
kekeluargaan Karo dapat menjadi acuan untuk menumbuhkan “kepercayaan” dan
struktur yang baik dalam pertanian Karo. Masalahnya, siapa yang mau lebih dulu
menumbuhkan kepercayaan terebut? Jawabannya juga harus secara bersama-sama,
pemerintah bergerak dari instansinya, masyarakat bergerak dari rumahnya dan
bertemu di lapangan pertanian.
5.
Hal
yang perlu diperhatikan(SARAN)
5.1 Perlunya suatu komisi atau badan
di PEMKAB KARO khusus menangani
pertanian(bukan dinas pertanian). Mengapa? Karena berdasarkan sensus pertanian
tahun 2003, 70,93% penduduk Karo adalah keluarga petani(Karo dalam angka 2006).
Tidak perlu ragu lagi sebenarnya bagi pemerintah untuk melakukan peperangan
utamanya dalam hal pertanian.
5.2 Perlunya kerjasama/jaringan antar
sektor. Jaringan yang perlu dibangun teresbut adalah
5.3 Penanaman kembali rasa
kepercayaan dalam masyarakat Karo. Caranya dengan:
5.3.1
Pemerintah
memiliki kinerja yang dapat dipercaya dan ambisi untuk memajukan pertanian
Karo.
5.3.2
Peningkatan
rasa “kekaroan” baik di keluarga, maupun perlunya kelompok-kelompok/organisasi
yang menguatkan rasa Karo. Seperti organisasi pemuda, kelompok seni/budaya dan
sebagainya.
Sumber referensi
Pelzer, Karl J.1978. Toean Keboen
dan Petani. Jakarta: Sinar Harapan.
Kabupaten Karo dalam Angka
2006.BPS Kabupaten Karo.
Panduan Pertanian Jeruk Siam Madu
Karo. USAID-AMARTA.
www.waspadaonline.com
apakah ini sudah pernah anda tuliskan dalam sbuah karya ilmiah saudara salmen ? ;)
BalasHapusBelum kak, tapi ini sebenarnya kemaren diminta oleh seorang sutradara saya tuliskan untuk ditampilkan sebagai sebuah lakon/drama komedi namun batal juga. Trims
BalasHapus