Catatan Perjalanan Wisata (Edisi Sibiru-biru)
Karo Tracker Community
Perjalanan Wisata Ke Sibiru-biru: Be Humble
Mungkin saya telah sakit jiwa. Setiap saya
melihat orang yang sudah renta saya sangat bahagia. Keriput di wajah mereka
seolah mencerminkan kebanggaan bagi saya.
Wisata di
Sibiru-biru mungkin sudah dikenal sejak puluhan tahun silam, namun ini adalah
kunjungan pertama saya. Tempat wisata andalan kecamatan ini adalah pantai
(sungai) yang dinamai Pantai Biru Indah sekitar 1 km dari ibukota kecamatan.
Selain itu ada primadona lainnya yaitu air terjun yang berjarak sekitar 3 km
dari Pantai Biru Indah tersebut.
Perjalanan kami
mulai sekitar pukul 09.00 wib dari Simpang Simalingkar. Kami memasuki jalur
track Medan-Johor-Namo Rambei-Delitua, hal ini dilakukan untuk menghindari
kemacetan melalui Sp.Pos dan Jl. A.H Nasution. Jalanan jalur ini cukup baik dan
hanya sedikit kerusakan yakni sebelum
Desa Namo Rambe. Sedang menuju Sibiru-biru jalanan juga cukup baik, namun jalan
serasa kurang lebar ketika mobil berpapasan.
Kami tidak masuk
ke Pantai Biru Indah namun hanya ke Air terjun tersebut. Air terjunnya
kira-kira setinggi 5 meter. Sungai diapit oleh batu namun celahnya cukup lebar
sekitar 10-15 meter dan oleh pengelola telah dibuat 2 kolam. Kolam pertama
berukuran sekitar 10 x 15 M yang airnya langsung dari curahan air terjun
tersebut, kedalamannya pun hanya sekitar 40-100 cm sehingga tidak perlu
khawatir bagi keselamatan anak-anak. Namun, seaman-amannya alam akan lebih baik
jika anak tetap diawasi ketika didalam kolam. Sedang kolam kedua airnya
bersumber dari kolam utama, ukurannya sekitar 5 x 20 M kedalamannya juga hampir
sama dan dipinggirnya sudah dibeton dan telah dibuat pondokan terbuka yang
disewakan.
Juga ada penyewaan
pakaian renang yang harganya sepuluh ribu rupiah. Sedangkan ticket masuk
sebesar lima ribu rupiah per sepeda motor. Namun, dalam hati saya bagaimana
cara pemda Deli Serdang memperoleh PAD dari daerah wisata tersebut jika hanya
dipercayakan begitu saja kepada pengelola. Dua hal penting dalam hal ini
pertama, pengelola dapat berbohong. Kedua,mungkin ada permainan didalamnya.
Seharusnya Pemda dapat menjadikan tiket masuk sebagai sumber PAD yang dimana
seharusnya dikutip dan dikelola langsung oleh Pemda. Namun, pemda juga harus
melakukan perbaikan infrastruktur seperti perbaikan dan pelebaran badan jalan. Juga
penunjuk arah menuju lokasi wisata yang menurut saya masih sangat kurang
mengingat banyaknya persimpangan menuju lokasi.
Airnya begitu
segar. Bersama kami juga datang puluhan orang, ada yang rombongan (kelompok
difabel) dan ada juga beberapa pasangan orang muda. Mereka begitu ceria mandi
di kolam air terjun tersebut dan kesedihan mereka mengenai kekurangan fisik
seolah telah hanyut bersama air yang keluar dari kolam. Ada juga saya lihat
orang yang menyewa ban agar bisa mengapung dalam kolam. Mengenai photo jangan
tanya lagi, latar belakangnya begitu bagus untuk mengambil gambar.
Mengenai tempat
makan, jangan ragu banyak warung untuk makan
baik khas Minang, Jawa dan Melayu. Untuk yang suka makanan kategori non
halal juga ada BPK B2 dan B1 yang tidak jauh dari Pantai Biru tersebut.
Harganya pun hampir sama dengan harga di Medan. Tidak akan mengganggu kocek
bagi mahasiswalahh. Kali ini karena tim tidak ada yang muslim kami makan di BPK
S. Jordanta. Didepan BPK ini tepat berdiri gereja Katholik Sibiru-biru. Rasanyapun
begitu mantap. Segeralah berkunjung!!!!
****be humble****
Selain tracking
tempat wisata saya juga menyempatkan diri singgah ke rumah nenek saya (adik
nenek saya) di Desa Sidomulyo. Ia sudah berumur 90-an tahun. Namun fisiknya
masih kuat untuk bekerja ke sawah dan kebunnya. Ketika saya sampai di rumahnya,
beliau tidak lagi mengenali saya. Ia sedang tidur siang saat itu yang ditemani
seorang cucunya. Rumahnya terbuat dari papan.
Ketika saya
mengenalkan diri saya dengan menamai ibu saya ia langsung memeluk saya dan
menamai mendiang ayah saya. Huhhhh. Ternyata ingatannya masih cukup baik. Ia
langsung menawari kami makan siang dan kami menolaknya karena kami sudah makan.
Ia berkata agar kami tidak perlu takut makan karena ia memiliki banyak beras
sembari menunjukkan padinya yang masih terdiri dari beberapa karung yang
disusun di ruang utama rumahnya.
Air Terjun di Sibiru-biru (photos by Salmen Kembaren)
Ia langsung
mengajak kami ke sawah, ke kebun untuk mengambil rambutan dan manggis. Namun
kami hanya ke kebun karena alasan harus pulang segera ke Medan. Ia langsung
mengambil galah yang berada di loteng rumahnya. Ia tidak menyuruh kami
melainkan langsung membawa galah itu sendiri ke kebun di belakang rumahnya.
Kami pun mulai menjolok rambutan. Tampaklah kami tidak ahli. Setelah merasa
cukup rambutan kami lanjutkan menjolok manggis. Rambutan dan manggisnya sudah
dijualnya sekitar seminggu yang lewat, namun masih banyak yang sisa. Kamipun
melahap rambutan dan manggisnya di bawah pohon manggis.
Ia bercerita
mengenai perjuangannya ketika awal kemerdekaan. Ia mengingat dua kawannya tewas
di Doulu (Ndoulu). Setiap kali saya mendengar cerita peperangan dari beliau,
pasti itu tidak ketinggalan ia ceritakan. Apakah itu kejadian yang sangat
fenomenal bagi beliau? Ia juga mengatakan kepada kami bahwa karenanya jugalah nenek
saya menjadi veteran pejuang. Lanjut dari itu ia juga bercerita mengenai gaji
ke 13 yang ia peroleh dan telah ia pinjamkan ke anak-anaknya. Hidupnya sangat
sederhana padahal saya ketahui ia punya kebun yang cukup luas dan sawah
berhektar-hektar. Ia juga memilih tinggal dirumahnya yang sangat sederhana
ketimbang hidup bersama anaknya yang telah membangun rumah mereka
masing-masing. Namun, ia juga sangat rendah hati, ia menawarkan durian, kami
menolaknya karena saya tahu ia tidak memiliki kebun durian dan pastilah ia akan
membelinya jika saya iakan. Dapat bertemu dengannya dalam keadaan sehat saja
saya sudah sangat bahagia dan selebihnya tidak perlu sebenarnya bagi saya.
Ketika pamit mau
pulang ia menyuruh seseorang untuk memanjat pohon manggis untuk kami bawa ke
Medan namun kami menolak dan berinisiatif mengambil sendiri. Kami pun mengambil
lagi manggis dan rambutan untuk oleh-oleh. Saya langsung teringat pelayanan
Mother Teresa, Mahatma Gandhi, dan tokoh yang rendah hati lainnya. Kami pun berfoto bersama, hal itu saya
lakukan karena saya belum pernah berfoto bersamanya seumur hidup saya. Dan
ketika mau berangkat pulang dari rumahnya saya memberikan sedikit uang. Ia
langsung menolak dan berkata bahwa ia masih punya uang dari gaji veterannya.
Karena saya sedikit memaksa ia akhirnya menerima dengan tawanya yang khas.
*Cintai Pekerjaan!* dan itulah kata yang terus keluar dari mulutnya sepanjang
percakapan kami.
“Berbahagialah
mereka yang diberikan umur panjang oleh Yang Kuasa, karena panjangnya kisah
sedih mereka akan terhapus oleh tawa bangga cucu mereka”
Penulis bersama neneknya (Peraten Br Bangun, 93 tahun)
Sibiru-biru, 9
August 2014 Wrote by Salmen Kembaren (Karo Tracker Community)-Sosiologist
Komentar
Posting Komentar