Perlukah Konsultan Untuk Mengetahui Minat dan Bakat Anak



Melihat bakat anak

Tulisan ini berawal dari pembicaraan saya dengan beberapa teman-teman kantor pada 12 agustus 2014. Menurut mereka bahwa untuk mengetahui bakat dan talenta anak adalah dengan membawanya ke psikolog dan test IQ. Dan saya adalah seorang diri, berdiri kukuh dalam pendirian sosiologis yang menyatakan bahwa untuk melihat bakat anak tidak mesti ke psikolog dan test IQ, melainkan dapat dilihat dengan membangun komunikasi yang baik dengan anak tersebut. Alasan mereka bahwa mereka susah memahami bakat dan talenta anaknya dan akan lebih mudah melihat bakat dan minat dengan test IQ oleh psikolog yang handal dan terpercaya. Bagi saya mereka adalah orang tua yang malang. Poor poor parents!
 writer

Yang perlu mereka pahami adalah ketika mereka  mendengarkan apa yang dikatakan dan disarankan oleh psikolog adalah jawaban akhir. Itu akan membuat anak terkungkung dalam batasan pilihan hidup. Kasihan sekali jika anak anda terjebak dalam kungkungan psikolog yang hanya mengikuti rumus-rumus kuno itu. Manusia memiliki akal bermilyar-milyar dalam menafsirkan sesuatu. Bukankah sudah anda ketauhi bahwa hitam itu sesungguhnya bukan hanya symbol dari kematian atau duka. Di India putih adalah symbol duka. Banyak orang Indonesia menyatakan bahwa ungu adalah warna janda, sedang dari  belahan dunia lainnya ungu adalah symbol penderitaan, bahkan ada pula yang menganggapnya sebagai symbol kemewahan (kerajaan). Betapa kayanya pemikiran manusia untuk membuat apa yang baik bagi mereka. Sekali lagi itu bukan bentukan psikologis melainkan bentukan sosiologis. Itu bentukan masyarakat.
Apakah minat? Minat merupakan kecenderungan manusia untuk merasakan, melihat, atau melakukan sesuatu. Dan perlu diketahui manusia memiliki titik jenuh atas apa yang paling diminatinya. Bukankah kita telah sama-sama ketahui dan pelajari bahwa sesuatu yang diulang-ulang akan berkurang nilainya. Saya yakin ketika seseorang sangat bangga ketika mendapat sepeda baru karena juara, dia pasti bosan jika selama 12 tahun dalam masa pendidikannya dia setiap semesternya mendapat sepeda yang sama. Mungkin sepeda yang sama pada tahun ke 10 sudah kekecilan atau kejam alias ketinggalan zaman. Demikian juga minat, minat seseorang terutama anak pasti dapat berubah dan dapat selalu berubah jika ia diberi kesempatan melihat dunia yang luas ini. Namun, sebaliknya jika mereka dikungkung dirumah, tidak diberi kebebasan berbicara, kurang komunikasi dengan orang tua maka sudah dipastikan cita-cita mereka adalah hanya sebatas polisi, guru, bidan atau dokter. Sekali lagi anak anda adalah yang paling malang jika mencita-citakan hal itu. Tidak tahu kah dia bahwa orang yang menginginkan kemerdekaanlah yang menjadi orang besar di dunia?
Lalu, bakat? Apakah bakat sesungguhnya ada? Apakah sesuatu itu tidak bisa dipelajari? Saya kira Albert Einstein tidak langsung membawa rumus e=mc² bersama dengan plasenta dan darah ditubuhnya. Itu adalah proses. Dan proses itu adalah kelanjutan dari minatnya. Masalahnya adalah perbedaan kecepatan dan pilihan pribadi dalam minat. Dan sekali lagi minat tidak mesti ditanyakan kepada orang lain. Karena kita sendiri dapat memahami diri kita sendiri. Mengapa saya harus menanyakan kepada seseorang di jalanan sana apakah saya berkulit hitam atau putih? Mereka mungkin buta warna, atau berbohong atau tidak tahu tentang klasifikasi warna atau salah jawab. Anda cukup berjalan “keluar” dan membandingkannya dengan manusia lainnya sejauh apa anda mampu bandingkan. Lihatlah rupa anda sendiri? Dan jika saya anggap saya putih mengapa mereka berhak menyatakan saya hitam. Jika saya menyatakan saya sehat dan merasa tidak ada penyakit mengapa dokter menyatakan saya sakit? Bukankah ketika setelah saya merasa sakit baru saya pergi ke dokter?
Sekali lagi orang tua lebih paham anak-anak mereka. Permasalahannya adalah apakah waktu orang tua ada menjalin komunikasi yang baik dengan anak mereka. Berapa jam kah dalam sehari mereka menjalin komunikasi? Jika anda nyatakan hal ini adalah susah maka andalah yang perlu diobati jiwa dan rohaninya ke psikolog karena tidak memberikan waktu yang cukup untuk anak anda hanya untuk menanyakan apa yang mereka minati dan apa yang mereka ketahui. Saat ini kita kebanyakan menanyakan psikolog karena kesalahan sistem pendidikan nasional kita yang mewajibkan mempelajari semua pelajaran yang ada. Itu adalah sumber kekeliruan ini, dan itu adalah ladang bagi konsultan psikolog. Mengapa tidak sejak dini anak-anak diajari apa yang mereka sukai. Membuat kurikulum sesuai kelompok minat yang lebih terspesialisasi. Untuk apa seseorang belajar bahasa Inggris jika ia nantinya adalah seorang petani lokal atau nelayan memakai teknologi ramah lingkungan tanpa mesin dari Amerika.
Seorang ibu yang mengalirkan darah dalam diri anaknya pasti akan bisa lebih berterus terang kepadanya daripada seorang psikolog yang melemparkan senyum yang baru sejam atau sehari yang lalu ia kenali. Jika anda katakan ini susah maka ada tida hal yang perlu anda renungkan; apakah darah anda yang mengalir dalam tubuhnya?; apakah anda tipe orang tua yang tidak demokratis; apakah anda memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan mereka. Jika ini semuanya jawabannya tidak maka bukan psikolog yang anda perlukan tapi mengubah perilaku anda sendiri untuk membuat jawaban agar jawabannya adalah “Ya”. Dan itu susah untuk dilakukan agar jawabannya ya maka anak anda alah produk robot dari sistem pendidikan kita. Anak anda bukanlah anak yang merdeka, melainkan takdirnya ditentukan oleh seorang psikolog yang belajar psikologi selama 5 sampai 9 tahun. Bandingkan dengan lamanya anda hidup dengan anak anda daripada anak anda hidup dengan psikolog.
Mengapa anda tidak membawa anak anda ke banyak tempat yang menurut anda baik untuk masa depannya? Terus tanyakan mereka apakah mereka minat atau tidak melakukan apa yang orang-orang lakukan disana? Jika tidak maka anda harus rendah hati untuk menawarkan sesuatu yang baru. Jika tidak maka anda adalah orang tua yang pemaksa. Bukankah pemaksa adalah penjajah? Berilah kebebasan atas pilihannya dan mereka. Nasihat orang tua selalu baik, tapi kemerdekaan pikiran adalah segalanya. Biarlah seseorang bertanggung jawab atas pilihannya bukan atas pilihan orang lain yang ditangisi atau ditertawakan kemudian.


Salmen Kembaren
Sosiolog

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karo Berry (sebuah kenangan masa kecil)

Kerja Tahun Saat Ini

"Terites" secara sosiologis