Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Kuliner Karo: Cimpa Gulamei

Gambar
 Oleh Salmen Kembaren Kuliner Karo yang satu ini mirip dengan bubur sumsum. Di sebagian kalangan Suku Karo, penganan yang satu ini disebut juga cimpa gawer-gawer. Gawer berarti aduk. Disebut cimpa gawer-gawer karena terus menerus diaduk ( gawer ) saat memasaknya. Jika berhenti mengaduknya, maka akan cepat mengeras dan bagian bawahnya dapat menjadi gosong setelah mengeras karena kering. Tentunya akan mengurangi kelembutan dan rasanya. Makanan tradisional Karo selalu berbahan sederhana namun sering sekali unik sesuai dengan keadaan atau sumber daya alam Karo. Bahan yang digunakan dalam membuat cimpa gulamei adalah tepung ketan, santan, dan gula merah. Ketiganya adalah bahan dasarnya. Ada juga yang menambahkan bawang merah, garam, bawang putih dan juga pandan sebagai penambah cita rasa.Tepung ketan dapat juga diganti menjadi tepung beras hanya saja akan lebih cepat mengeras bila dalam keadaan dingin. Perempuan Karo sedang mengangin padi. Cara memasaknya sederhana

Karo Berry (sebuah kenangan masa kecil)

Gambar
Karo Berry Setiap anak pasti punya masa kecil yang begitu berkesan. Seperti lirik lagu yang dibawakan oleh Plato Ginting yang mengisahkan masa kanak-kanaknya di pedesaan Karo Gugung. Ia lebih mengingat kepada permainan dan kenakalan masa anak-anak di kampungnya. Saya tidak akan menuliskan tentang permainan masa kecil saya bersama puluhan anak lainnya. Melainkan menulis sebuah kebiasaan masa anak anak saya yakni mencari dan memakan buah Karo Berry. Mengapa saya namai demikian karena begitu banyak penamaannya di kalangan masyarakat Kar o sendiri. Karo Berry sering juga disebut "parang bosan" atau juga "arbei" sebagian lagi menyebutnya dengan "kopi kopi". Ketika matang warnanya merah mencolok. Dan rasanya manis dan bila warna merahnya agak pucat maka dapat dipastikan rasanya sedikit kecut. Batang tumbuhan liar ini memiliki duri sampai ke daunnya. Duri kecil tersebut tak pernah menghentikan niat anak anak untuk mendapatkan buahnya. Untuk mendapatkan bu

IMKA Kota Medan mengapresiasi Seni Budaya Karo

Gambar
oleh Salmen Kembaren (Sosiolog)    Selama ini acara IMKA selalu diidentikkan dengan gendang guro-guro aron, ada yang berbeda dengan acara mahasiswa Karo di tahun 2015 ini. Kali ini beralih ke arah apresiasi seni dan budaya Karo. Acara yang dihadiri sekitar 1500-an orang ini diadakan pada 18 April 2015 lalu di Jambur Tamsaka Medan berlangsung dengan penuh antusiasime penonton. Berbagai pementasan seni baik tari kreasi, ndikkar, tari tradisi, musik tradisional dan busana Karo klasik ditampilkan sebagai wujud penghargaan terhadap seni dan budaya Karo. IMKA Hukum dan FISIP USU misalnya menampilkan tari kreasi Karo modern. IMKA Unimed menampilkan tari peselukken. Sedangkan IMKA FIB USU melalui Grup Etno Siroga menampilkan musik instrumental. Sedang Karo Tracker Community mementaskan tari Perang Haru melawan Gajah Mada Majapahit. Acara juga dibuka dengan pelantikan pengurus IMKA FISIP USU periode 2015 oleh Rosmiani Br Kembaren. Ia berharap agar IMKA semakin mengedepankan acara

(Perubahan) Tradisi Ngerik pada Suku Karo (2015)

Gambar

Karo Tracker Community: Wisata Alternatif Karo (Sumatra Timur)

Gambar

Karo Tracker Community: Rumah Adat Karo Dokan

Gambar

Karo Tracker Community: Rumah Adat Karo Dokan

Gambar

“Menakar Intelektualitas Mahasiswa Karo pada Pasar Money Politic Pilkada”

Gambar
Kaum intelektual dapat diartikan sederhana sebagai sekelompok masyarakat yang memiliki daya nalar dan pemahaman lebih baik dari masyarakat awam. Atau dengan kata lain intelektual merupakan kaum terpelajar. Kita harus membedakan kaum intelektual dengan kaum professional. Pertama kaum intelektual memiliki pemikiran yang bebas, ideal, kritis dan mengacu pada kebenaran. Kaum intelektual tidak terikat kepada kepentingan sepihak tapi selalu menguak kebenaran. Sedang kaum professional memiliki pemikiran yang terkungkung aturan, berdasarkan kepentingan. Kedua kaum ini bisa saja berasal dari para sarjana yang sama pendidikannya menurut Hussein Alatas, tetapi berbeda posisinya ketika dikategorikan antara intelektual dan professional. Pilihan politik merupakan ruang yang sangat mudah mengubah posisi seorang intelektual yang kritis. Apakah politisi masih dapat dikatakan sebagai intelektual? Bisa saja sebuah partai mengatasnamakan berdiri diatas kepentingan rakyat atau demi kebenaran, kes

Jangan Kotori Puncak Sibayak

Gambar
Oleh Joppy K. Sinulingga (Sekjen KTC) Salah satu objek kunjungan wisatawan belakangan yang ramai dikunjungi dan menjadi primadona yaitu gunung Sibayak yang sering disebut pendaki puncak Sibayak. Bila pada hari libur atau pada akhir minggu akan sangat ramai dikunjungi oleh mahasiswa, kalangan pencita alam, anak sekolah, serta sebagian kalangan keluarga. Ini merupakan lahan potensial yang sangat memberi potensi bagi masyarakat disekitar puncak Sibayak dan organda transportasi Medan Berastagi.   Dimana pada malam minggu atau hari libur puncak Sibayak akan dipenuhi ribuan pengunjung.   Penulis bersama TIM menunjukkan jalur trek yang rusak parah dan sampah dipinggir jalan menuju Puncak Sibayak Peningkatan pengunjung ke puncak Sibayak membuat peningkatan pendapatan organda transportasi Medan ke Berastagi. Hal ini dilihat dari padatnya penumpang pada hari sabtu dari Medan ke Berastagi dan minggu sore dari Berastagi dan Doulu menuju Medan. Di organda lokal juga mempunyai dampak

Lancing untuk obat sakit pinggang dan masuk angin anda

Gambar
Lancing untuk kesegaran tubuh anda! Peradaban maju adalah peradaban yang mampu mengelola alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tampaknya hal ini semakin berkurang di kalangan Karo, khususnya di bidang pengobatan. Ketika disinggung pengobatan Karo maka yang paling cepat terpintas di benak kita adalah dukun patah (tawar penggel), kuning dan minak (minyak urut). Atau terbentuk mindset mistis. Terlepas dari itu semua, bahwa ilmu (pengetahuan) tentang pengobatan Suku Karo begitu maju pada masanya sebagai wujud pemanfaatan alam. Ilmu ini perlu digali dan dikembangkan kembali. Bulan lalu, seorang teman saya dari Tiga Juhar dan Medan yang nota bene adalah mukim tradisional Karo memesan daun lancing untuk obat. Tiga Juhar, Deli Serdang masa meminta obat sesederhana itu sampai ke Karo Gugung. Lancing merupakan tanaman berkayu, namun kayunya begitu lunak. Ia biasanya ditanami di pekarangan, ataupun di peken-peken di sekeliling kampung. Sekilas daunnya tampak seperti daun terong-terong