Pengobatan Tradisional Karo: Surat-Surat (Ka) Dibata Indung Tawar

Pengobatan Tradisional Masyarakat Karo

Salmen S. Kembaren


Setiap masyarakat lokal memiliki pengetahuan lokal yang khas dan unik. Demikian halnya dalam sector medisnya. Dalam hal ini yang saya maksud adalah sistem pengobatan tradisional. Mengapa sistem ini begitu unik, pertama karena begitu banyaknya cara mengobati untuk satu jenis penyakit saja. Belum lagi jenis obat, cara menggunakan obat, pantangan, dan anjuran. Selain itu sisi terpenting yang tidak dapat ditinggalkan adalah sifatnya yang alamiah sehingga meminimalisir efek samping obat. Selain itu tersimpan rahasia penting dalam setiap ramuan obat yakni nilai untuk melindungi kanekaragaman hayati terutama yang dapat digunakan menjadi ramuan obat.
Kali ini saya ingin berbagi mengenai salah satu jenis tumbuhan yang digunakan suku Karo sebagai ramuan obat. Jenis tumbuhan ini digunakan tidak secara tunggal sebagai obat jenis penyakit tertentu. Tumbuhan ini sering digunakan bersama tumbuhan lain sebagai ramuan obat. Namun, untuk penyakit tertentu jenis tumbuhan ini dapat juga dipakai langsung. Bahkan, seorang pengumpul ramuan obat di Desa Serdang, Karo Julu, Robert Barus mengatakan bahwa tumbuhan ini adalah ibu dari segala ramuan pengobatan tradisional Karo. Hanya saja karena kesulitan untuk diperoleh ia terkadang tidak diikutkan dalam ramuan tersebut. Indung Tawar yang dalam bahasa Karo berarti induk obat.
Surat-Surat (Ka) Dibata. Demikian masyarakat Karo menamai sang soko guru obat tersebut. Surat berarti tulisan. Sedang Dibata berarti Tuhan. Jadi tumbuhan tersebut diartikan sebagai tulisan Tuhan. Dinamai demikian bukan tidak beralasan. Di lembar daunnya memang terdapat coretan-coretan yang sangat dimungkinkan sesungguhnya adalah serat tulang daun. Namun, karena pemahaman biologi masyarakat Karo Kuno belum semodern sekarang sehingga coretan tersebut dinamai saja tulisan karena memang mirip dengan tulisan atau aksara Karo.
Tumbuhan tersebut hanya dapat ditemui pada tutupan hutan yang lebat. Dengan ketinggian diantara 1200 mdpl – 1600 mdpl ia tumbuh subur di permukaan tanah berdampingan dengan tumbuhan atau lumut tanah lainnya. Batangnya beruas berwarna putih kuning kemerahan. Sedang daunnya  berwarna merah maron dipenuhi coretan di permukaan daunnya. Tumbuhan dapat ditemukan pada hutan di Dataran Tinggi Karo, Taman Nasional Gunung Leuser dan hutan lainnya di Sumatera. Secara ilmiah belum saya ketahui spesies tumbuhan ini. Karena saya juga bukan ahli biologi maka saya lebih melihat ke sisi pemanfaatannya oleh masyarakat.
Masyarakat Aceh Selatan tidak menggunakan tumbuhan ini sebagai obat. Hal ini dapat saya katakan karena saya telah meneliti ke masyarakatnya. Terutama masyarakat yang berada di Kecamatan Meukek dan Krueng Baro. Bahkan ketika saya tanyakan kepada seorang warga disana dengan menunjukkan tumbuhan tersebut ia tidak mengkategorikannya sebagai obat.
Lain halnya dengan masyarakat Karo. Masyarakat Karo justru menganggap tumbuhan ini sebagai Maha Guru pengobatan atau sebagai bahan utama dalam berbagai ramuan obat. Penggunaan secara langsung memang jarang digunakan, namun bukan berarti tidak dapat digunakan langsung. Secara langsung tumbuhan ini digunakan sebagai penawar racun (penetralisir racun) dengan cara cukup merendamnya dalam segelas air hangat (sekitar 200 cc) dan meminum airnya rendamannya.
Selain itu bersama bahan lain tumbuhan ini digunakan dalam berbagai ramuan obat (Tawar) seperti ramuan kesaya, kuning dan minyak urut.
Dok: Surat-Surat Dibata
Penulis:

Salmen Sembiring, S.Sos

Sosiolog &
Pemerhati Lingkungan

Komentar

  1. Hai bang, saya dari mahasiswa biologi nih stambk 2015, kebetulan saya sedang mengerjakan penelitian tentang tumbuhan obat pada masyarakat Karo jahe, untuk tumbuhan diatas yang ada di foto dari jenis Macodes petola dari famili Orchidaceae atau anggrek. Sekalian saya mau minta izin dan bertanya nih bang, saya izini mengutip jurnal ilmiah atas nama abangda, dan mau tanya kalau ada kira-kira artikel atau jurnal tentang metode pengobatan Karo saya mohon bantuannya untuk memberi tahu :) terimakasih

    BalasHapus
  2. Wadduhh, maaf baru buka blog ini krn ga aktif lg menulis blog. Sy pikir jurnalnya beredar bebas d internet, silahkan sj dikutip sesuai kaidah ilmiah.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karo Berry (sebuah kenangan masa kecil)

Kerja Tahun Saat Ini

"Terites" secara sosiologis